Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Segala Puji bagi Allah yang tinggi dalam keesaan-Nya, dekat dalam ketunggalan-Nya, perkasa dalam kekuatan-Nya, agung dalam keberadaan pembantu-pembantu utama-Nya, Maha Tahu akan segala sesuatu, sementara Dia tetap ditempat-Nya; rnenundukkan seluruh makhluk dengan kekuasaanNya dan (kekuatan) bukti-bukti-Nya.
Dialah Tuhan yang kesucian-Nya abadi dan pujian bagi-Nya tak pernah terhenti. Pencipta langit-langit yang menjulang dan lapisan bumi yang membentang. Penguasa bumi dan langit, Maha Kudus dan Maha Suci. Tuhan para Malaikat dan al-Ruh yang kepada seluruh ciptaan-Nya bersifat sangat pemurah, dan kepada seluruh makhluk-Nya bersifat Maha Derma.
Dia melihat setiap pandangan, tanpa pandangan-pandangan itu rnelihat-Nya, Dialah Maha Pemurah, Maha Tabah dan Maha Kasih.
(Dialah) Penabur rahmat yang meliputi segala sesuatu, Pelimpah nikmat yang memberkati seluruh rnakhluk, tidak mempercepat siksa-Nya dan tidak segera menimpakan azab kepada mereka yang berhak rnendapatkannya. Dia tahu setiap rhasia yang tersembunyi dan segala apa yang tersimpan dalarn hati. Tiada rahasia yang luput dari-Nya. dan tiada misteri yang rnengelirukan-Nya.
Dia Maha Tahu akan segala sesuatu, menundukkan segala sesuatu, perkasa atas segala sesuatu, berkuasa atas segala sesuatu, tiada sesuatu yang rnenyerupai-Nya.
Dialah yang menciptakan sesuatu ketika belum ada yang disebut sesuatu. Dialah yang Maha Abadi, yang berkuasa atas dasar keadilan. Tiada Tuhan melainkan Dia, yang Maha Mulia dan Maha Bijaksana, Maha Suci Tuhan dan dilihat oleh pandangan mata, dan Dialah yang meliputi pandangan mata. Dia yang Maha Kasih dan Maha Mengetahui.
Tiada siapa yang menceritakan Sifat-Nya lantaran (pernah) melihat-Nya, tiada siapa yang mengetahui bagaimana Dia secara lahir dan batin, melainkan apa yang dikatakan oleh Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung itu sendri.
Aku bersaksi bahwa Dia Allah yang kudus-Nya memenuhi masa, cahaya-Nya meliputi alpha dan omega, perintah-Nya terlaksana tanpa musyawarah, takdir-Nya ditentukan tanpa bersama-Nya mitra.
Tiada cela dalam pengaturan-Nya, tiada contoh dan ciptaan yang dibentuk-Nya, tiada bantuan dari setiap apapun, tiada kerja keras dan tiada tipuan atas apa yang diciptakan-Nya, Dia ciptakan makhluk-Nya dan jadilah ia, dan karena cahaya wujud-Nya maka tampaklah semua.
Dialah Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia, Maha Rapi dan Maha lndah dalam mencipta, maha Adil yang tidak menganiaya, dan Maha Pemurah yang kepada-Nya kembali seluruh hajat dan perkara.
Aku bersaksi bahwa Dialah Tuhan yang kepada kekuasaan-Nya segala sesuatu tunduk, dan kepada keagungan-Nya segala sesuatu membungkuk. Dialah Empunya seluruh kekayaan, Raja dari seluruh kerajaan, Pencipta planet-planet senta bintang gemintang di langit, pengendali matahari dan bulan, di mana kesemuanya mengorbit untuk batas waktu yang telah ditentukan. Dialah yang menggilirkan malam setelah siang, dan siang setelah malam saling berganti. Dialah penghancur para tiran yang membangkang dan pemusnah setan-setan yang terkutuk yang menentang.
Tiada bersama-Nya lawan dan kawan, Dia Maha Esa, Tunggal. Satu dan tempat bertumpu segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tiada sesuatupun yang setara dengan-Nya. Dialah Tuhan yang Satu, Pemelihara yang Agung dan Pemurah. (Bila) berkehendak ia akan terlaksana, (bila) berkeinginan ia akan terwujud. Dia mengetahui segala sesuatu dengan rinci. Dia yang mematikan dan menghidupkan, membuat orang menjadi fakir dan kaya, tertawa dan menangis, menyimpan dan memberi.
Di tangan-Nyalah kerajaan; bagi-Nya segala pujian, di tangan-Nya semua kebaikan dan Dia-lah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Malam dimasukkan-Nya ke dalam siang, dan siang ke malam. Tiada Tuhan melainkan Dia. Maha Perkasa dan Maha Pengampun, Pengijabah do’a, Pemberi yang tulus, Maha Tahu secara rinci segala hembusan nafas, Tuhan seluruh makhluk, baik dan golongan jin maupun golongan nas (manusia). Tiada perkara sulit di hadapan-Nya; tiada gemuruh suara orang-orang yang berteriak mengganggu-Nya atau desakan orang-orang yang mendesak mencemaskanNya.
Dialah Pemelihara orang-orang yang saleh, Penyebab berjayanya orang-orang yang sukses, Pelindung penghuni alam semesta, dan Yang paling berhak untuk disyukuri dan dipuji oleh setiap makhluk ciptaan-Nya. Aku memuji-Nya pada saat suka dan duka, juga pada saat sempit dan lapang. Aku beriman kepada-Nya, kepada para malaikat-Nya, Kitab-kitabNya dan Rasul-rasul-Nya. Aku mendengar perintahNya, patuh dan segera bangkit melaksanakan segala yang diridhai-Nya, menerima total ketentuan-Nya, semangat dalam mematuhi-Nya dan takut akan siksaNya.
Sebab Dialah Tuhan yang tiada seorangpun akan merasa aman dari makar-Nya atau khawatir dan kezaliman-Nya. Aku ikrarkan pada diriku akan kehambaanku dihadapan-Nya, dan juga bersaksi akan ketuhanan-Nya (untuk diriku). Kini akan aku sampaikan (kepada kalian) apa yang Tuhan wahyukan kepadaku, sebab bila tidak kulakukan itu, niscaya azab-Nya akan mengenaiku, sedemikian sehingga tiada siapapun yang akan dapat menolakNya dariku, (sebesar apapun kekuatannya). Tiada Tuhan melainkan Dia. Dia telah memberitahuku, apabila tidak kusampaikan apa yang diturunkan-Nya kepadaku, itu berarti sama dengan aku tidak menyarnpaikan seluruh risalah (pesan)-Nya; dan Dia juga telah menjamin untuk memeliharaku (dan upaya orang-orang yang menentang). Bagiku cukuplah Allah Yang Maha Pemurah sebagal penjamin.
Firman-Nya untukku:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang
“Wahai Rasul (Muhammad), sainpaikan apa yang diturunkan kepadamu dan Tuhanmu. Apabila tidak kau lakukan itu, berarti sama dengan engkau tidak menyampaikan seluruh risalah (pesan) -Nya, dan Allah (akan) memeliharamu dari (gangguan) manusia-manusia lain.” (Q.S. 5:67)
Wahai umat manusia! aku tidak pernah salah, alpa atau lalai dalam menyampaikan segala sesuatu yang diturunkan Allah kepadaku. Kini aku jelaskan kepada anda semua sebab turunnya ayat ini: Malaikat Jibril (as) turun menjumpaiku sebanyak tiga kali, memerintah aku berdasarkan perintah Tuhanku untuk berdiri di tempat keramaian ini dan menyatakan kepada (bangsa) putih dan hitam bahwa Ali bin Abi Thalib (as) adalah saudaraku, Washi-ku (penerima wasiatku) penggantiku dan imam setelahku, yang kedudukannya di sisiku sama dengan kedudukan Harun di sisi Musa, hanya saja tiada nabi selepasku. Dia adalah wali (pemimpin) kamu setelah Allah dan Rasul-Nya.
Allah (SWT) juga telah menurunkan kepadaku sebuah ayat dalam kitab-Nya berkenaan dengan itu:
“Sungguh wali (pemimpin) kamu adalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat, dan menunaikan zakat sementara mereka dalam keadaan ruku” (Q.S. 5:55)
Ali bin Abi Thalib (as) adalah orang yang mendirikan shalat dan mengeluarkan zakatnya dalain keadaan ruku’ seperti yang dirnaksud oleh Allah (SWT) itu.
(Pada mulanya) Aku mernohon kepada Malaikat Jibnil agar dia memintakan kepada Allah untuk membebaskan aku dan menyampaikan perintah mi kepada kamu, kerana aku tahu betapa sedikitnya orang-orang yang bertakwa, dan betapa banyaknya orang yang munafik, penebar fitnah dan mengolok-olok agama Islam sebagaimana yang disifatkan oleh Allah karakter-karakter mereka dalarn Al-Qur’an, “... kamu katakan dengan multi/mu apa yang tidak kamu ketahui sedikit pun juga. clan kamu menganggapnya sesua/u yang ningan, padaha/ di sisi A//a/i ia ada/a/i besan. “ (24:15)
Masih segar dalam ingatanku bagaimana mereka menyebutku sebagal udzun (orang yang tidak teliti dan cepat percaya pada setiap berita yang didengarnya). Mereka mendugaku demikian lantaran seringnya mereka mendapati dia (Ali) duduk bersamaku dan besarnya penghormatanku kepadanya sehingga untuk itu Allah ‘Azza wa jalla menurunkan firman-Nya:
Di antara mereka (orang-orang munafìk) ada yang menyakiti nabi dan mengatakan: “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya.” Kalakanlah: “Ia mempercayai semua yang balk bagi kamu, ia beriman kepada Allah dan mempercayai orang-orang mukmin.” (Q.S. 9:61)
Seandainya aku mau sebutkan nama-nama mereka niscaya akan kusebutkan, atau seandainya aku mau tunjuk wajah-wajah mereka niscaya akan kutunjukkan. Namun demi Allah aku telah dan terus akan bersikap sangat bersahabat dan dewasa terhadap mereka.
Bagaimanapun, Allah tetap mendesakkan dan tidak akan rela padaku melainkan aku sampaikan apa yang diturunkan-Nya padaku tentang maksud ayat: “Wahai Rasul, sampaikanlah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu, apabila kamu tidakmengerjakan apa yang diperintahkan itu, berarti kamu tidak menyampaikan seluruh risalahmu. Allah akan memelihara kamu dan gangguan manusia” (Q.S. 5:67)
Ketahuilah wahai umat manusia sesungguhnya Allah telah menetapkannya (Ali) sebagai wali, pemimpin dan imam bagi kalian. Mematuhinya adalah wajib, baik bagi kalangan Muhajirin, Anshar, generasi-generasi yang baik yang datang setelahnya, orang-orang desa, kota, Ajam (Non Arab), Arab, orang yang merdeka, hamba sahaya, kecil, besar. putih, hitam, dan bagi setiap orang yang menyatakan tauhid kepada Allah (SWT). Keputusan hukum yang diambilnya (All) adalalah sah. Kata-katanya wajib didengar dan perintahnya wajib dipatuhi. Orang yang menentangnya akan terkutuk, yang rnengikutinya akan mernperoleh rahmat, dan yang mempercayainya adalah orang beriman. Allah telah mengampuni orang yang mendengarnya dan yang mematuhinya.
Wahai umat manusia ini adalah kali terakhir aku berdiri di tempat keramaian ini.
Dengarlah, patuhilah dan ikutilah perintah Tuhan kamu, kerana Allah ‘Azza wa Jalla adalah Tuan, Pelindung, dan Tuhan kamu. Berikutnya adalah Muhammad (saw), yang sekarang tengah berdiri dan berbicara dihadapan kamu sebagai wali dan pemimpin kamu. Setelah aku, Ali adalah Wali dan imam kamu berdasarkan perintah Tuhanmu. Kemudian imamah dan kepemimpinan (berikutnya) ada pada zuriat keturunanku dari putra-putranya sehinggalah tiba suatu hari di mana kamu akan berjumpa dengan Allah dan Rasul-Nya.
Sungguh tiada suatu yang halal melainkan apa yang dihalalkan oleh Allah, dan tiada yang haram melainkan apa yang diharamkan oleh-Nya. Dialah yang telah mengajariku mana yang halal dan mana yang haram. Kemudian aku mengajarkannya kepada Ali apa yang diajarkan oleh Tuhanku padaku dari kitab-Nya dan hukum halal dan haram-Nya.
Wahai umat manusia! seluruh ilmu yang diajarkan-Nya kepadaku adalah ilmu-ilmu yang rinci.
Dan dari setiap ilmu yang kuketahui itu, telah kuajarkan pula secara rinci pada imam orang-orang yang bertakwa ini. Sungguh tiada ilmu melainkan telah aku sampaikan kepada Ali, sang Imam yang agung.
Wahai umat manusia! Jangan kalian tersesat kerana meninggalkannya; jangan kalian berpaling darinya; dan jangan kalian takabur dan enggan untuk menerima kepemimpinannya. Kerana dia akan mem bawa kepada kebenaran dan mengamalkannya, serta menghancurkan kebatilan dan mencegahnya, tanpa dia peduli pada celaan para pencela dalam menjalankan perintah Tuhannya. Dialah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya; dialah orang yang mengorbankan jiwanya demi Rasul-Nya; dialah satu-satunya dari kaum lelaki yang pertama kali menyembah Allah bersama Rasul utusan-Nya.
Wahai umat manusia! Utamakanlah dia. Kerana Allah telah mengutamakannya.
Terimalah dia, kerana Allah yang telah mengangkatnya.
Wahai umat manusia! Dialah Imam yang ditunjuk oleh Allah. Allah tidak akan mengampuni orang-orang yang ingkar terhadap wilayah dan kepemimpinannya dan tidak akan pernah memaafkannya sekali-kali. Sungguh, Allah telah memastikan diri-Nya untuk melakukan itu bagi mereka yang menentang perintah-Nya dalam perkara ini, dan akan menimpakan kepadanya azab yang pedih, maha dahsyat dan selama-lamanya.
Awas! jangan kalian mengingkarinya kerana itu akan menghantar kalian ke dalam api neraka, yang bara apinya terdiri dan manusia dan batu-batuan yang telah disiapkan bagi orang-orang kafir.
Wahai umat manusia! Demi Allah, para nabi dan rasul terdahulu telah memberitakan kepada kaumnya akan kedatanganku. Aku adalah akhir dan penutup seluruh nabi dan rasul. Aku adalah bukti Allah (hujjah) bagi segenap makhluk-Nya. di langit dan di bumi.
Barangsiapa ragu-ragu tentang itu, maka dia adalah orang kafir sekafirnya orang jahiliyah terdahulu. Barangsiapa meragukan sebagian ucapanku, itu berarti meragukan keseluruhannya. Orang yang ragu-ragu seperti itu baginya adalah api neraka.
Wahai umat manusia! Anugerah Allah kepadaku akan keutamaan-keutamaan ini adalah karena kasih sayang-Nya dan ihsan-Nya yang agung kepadaku. Tiada tuhan melainkan Dia. BagiNya pujian dariku pada setiap keadaan sepanjang masa dan selama-lamanya.
Wahai umat manusia! Utamakanlah Ali, sebab dia adalah manusia yang paling utama setelahku, baik dari kalangan laki-laki ataupun perempuan. Karena kamilah kemudian Allah menurunkan rezeki-Nya (kepada kalian) dan (kerana kami jugalah maka) seluruh makhluk memperoleh kehidupan. Terkutuk dan sungguh terkutuk; dimurkai dan sungguh dimurkailah mereka yang menolak ucapanku ini dan merasa tidak berkenan di dalam hatinya.
Ketahuilah bahwa Jibril telah memberitahuku tentang itu berdasarkan firman Allah (SWT) kepadanya:
“Barangsiapa memusuhi .4li dan tidak mewila’nya (menjadikannya sebagai wali) niscaya dia akan memperoleh laknat-Ku dan murka-Ku “.
Kerana itu hendaklah setiap jiwa melihat apa yang akan disiapkannya untuk hari esok. Takutlah kamu kepada Allah, dan hindarilah dari menentang-Nya. kerana akibatnya kalian akan tergelincir, padahal sebelumnya kalian berada pada jalan yang lurus. Sungguh Allah Maha Tahu atas apa yang kamu kerjakan.
Wahai umat manusia! Sungguh Alilah yang dimaksudkan sebagai hak Allah (yang harus dipenuhi haknya) seperti yang disebutkan dalarn kitab suciNya. Allah berfirman: (kelak di hari kiamat) setiap jiwa berkata : “amat besar penyesalanku atas kelalaianku dalam menunaikan hak-hak Allah...”
(Q.S. 39:56)
Wahai umat manusia! Tadabburlah (renungkanlah) kitab suci AlQuran, pahamilah ayat-ayatnya. perhatikanlah ayat-ayat muhkamatnya dan jangan kalian ikuti (secara lahiriah) makna ayat-ayat Mutasyabihat-nya. Demi Allah, tidak ada yang bisa menjelaskan batas-batasnya atau menerangkan tafsirnya kepada kalian melainkan orang yang kupegang tangannya ini; yang kunaikkan dia ke sisiku ini dan yang kuangkat lengannya ini. Kini aku umumkan kepada kalian, barangsiapa menjadikan aku sebagai maula atau pemimpin, maka inilah Ali sehagai maula dan pemimpinnya.
Dia Ali bin Abii Thalib adalah saudaraku dan washiku. Perintah untuk mengangkatnya sebagai maula ini turun dari Allah ‘azza wa jalla kepadaku.
Wahai umat manusia! Sungguh Ali dan putra-putraku yang suci adalah peninggalan beratku yang besar. Masing-masing mereka akan memberitakan satu sama lain dan saling membenarkan. Keduanya (AlQuran dan keluarga Nabi) tidak akan pernah berpisah sehingga mereka menjumpaiku di telaga (syurga) kelak. Mereka (para Imam, penerj.) ini adalah orang-orang kepercayaan Allah yang ada di antara makhlukNya dan para pemimpin bijaksana yang ada di bumiNya.
Sungguh telah kutunaikan (perintah ini). Sungguh telah kusampaikan; sungguh telah kuperdengarkan; sungguh telah kujelaskan.
Ketahuilah bahwa Allah ‘azza wa jalla telah memfirmankannya dan aku telah mengucapkannya dari sisiNya. Ketahuilah, sungguh tidak ada orang yang disebut sebagai Amir alMukminin (Pemimpin orang-orang yang beriman) melainkan saudaraku ini. Siapapun tidak diperkenankan untuk menyandang gelar dan status ini melainkan dia semata-mata.
(Kemudian Nabi saw mengambil lengan Ali yang sejak tadi berdiri bersama Nabi di atas mimbar dan mengangkatnya tinggi-tinggi, sebegitu dekatnya sehingga kakinya sejajar persis dengan lutut Rasulullah saw.
Nabi kemudian berkata:)
Wahai umat manusia! Ini adalah Ali, saudaraku dan washiku, pemelihara ilmuku, khilafahku bagi umatku dan wakilku dalam menafsirkan kitab Allah ‘azza wa jalla.
Dialah penyeru kepada Allah, melaksanakan segala apa yang diridhoiNya, memerangi musuh-musuhNya, penganjur pada ketaatan, pencegah maksiat, khalifah Nabi utusan Allah, Amir alMukminin, Imam yang memberi petunjuk, yang memerangi—berdasarkan perintah Allah—kelompok Nakitsin, Qosithin dan Mariqin.
Kini kusampaikan pada kalian—berdasarkan perintah Tuhanku, sesuatu yang tidak dapat kuubah. Aku nyatakan, “Allahumma, ya Allah berilah dukungan dan wila’Mu kepada orang yang mewila’ Ali, musuhilah orang yang memusuhinya, kutuklah orang yang mengingkarinya dan murkailah orang yang mengabaikan haknya.
Ya Allah, Engkaulah yang telah menurunkan firmanMu kepadaku bahwa imamah setelahku adalah milik Ali kekasihMu, di saat kujelaskan perkara itu(kepada mereka) dan kuangkat dia (sebagai pemimpin) yang dengannya Engkau sempurnakan untuk hamba-hambaMu agama mereka dan Engkau sempurnakan untuk mereka nikmatMu, dan Engkau ridhoi bagi mereka Islam sebagai agamanya.
Engkau telah berfirman : “Barangsiapa menjadikan selain Islam sebagai agamanya, niscaya ia tidak akan diterima dan kelak di akhirat ia termasuk orang-orang yang rugi.” (Q.S. 3:89). Ya Allah, kumohon kesaksianMu dan cukup bagiku Engkau sebagai saksi—bahwa aku telah sampaikan (perintahMu ini).
Wahai umat manusia! Sesungguhnya Allah telah menyempurnakan agama kalian ini dengan imamah Ali. Barangsiapa tidak mengikutinya atau tidak mengikuti pengganti-penggantinya putra-putraku yang datang dari silbinya yang tetap ada sampai hari kiamat dan hari perjumpaan dengan Allah swt, niscaya amal-amal baik mereka akan gugur dan mereka akan kekal dalam api neraka, tanpa keringanan dan tanpa harapan (untuk bebas darinya).
Wahai umat manusia! Inilah Ali, seorang yang paling banyak membelaku di antara kalian, yang paling berhak atasku, yang paling dekat denganku dan yang paling mulia di sisiku. Allah swt dan aku ridho padanya. Tiada ayat tentang ridho Allah yang turun melainkan ia berkaitan dengan Ali, tiada ayat di mana Allah berbicara dengan orang-orang beriman melainkan Dia memulainya dengan Ali; tiada ayat pujian dalam AlQuran yang turun melainkan berkaitan dengan Ali; tiada kesaksian akan surga (seperti) dalam ayat “hal ata’alal insani” melainkan Alilah yang dimaksudkannya; ayat tersebut tidak turun untuk selain Ali.
Wahai umat manusia! Ali adalah pembela agama Allah dan pelindung Rasul utusan Allah. Dialah orang bertakwa, suci, petunjuk jalan Allah dan memperoleh petunjuk dariNya. (Aku) Nabi kalian adalah sebaik-baik nabi, dan (Ali) washi kalian adalah sebaik-baik washi, sementara putra-putranya juga adalah sebaik-baik washi.
Wahai umat manusia! Sungguh zuriat setiap nabi berasal dari tulang sulbinya, tetapi zuriat keturunanku adalah berasal dari sulbi Ali.
Wahai umat manusia! Sungguh karena dengkilah maka Iblis mengeluarkan Adam dari surga. Oleh kerana itu hindarilah dari mendengki Ali, kerana ia akan menyebabkan amal-amal kalian gugur dan kaki-kaki kalian tergelincir. Ingat bahwa Nabi Adam telah diturunkan (oleh Allah) ke bumi ini hanya lantaran satu kesalahan, padahal ia adalah manusia pilihanNya. Apalagi kalian, manusia biasa, di mana di antara kalian ada juga musuh-musuh Allah.
(Wahai umat manusia!) Hanya orang-orang yang durhaka sajalah yang membenci Ali, sementara orang-orang yang takwa akan mendukungnya dan menjadikannya sebagai wali dan orang-orang yang beriman yang tulus akan beriman kepadanya.
Demi Allah! Berkenaan dengan Alilah surat al‘Asr berikut turun “Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, Demi Masa. Sesungguhnya manusia dalam keaduan rugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh...”
Wahai umat manusia! Biarlah Allah sebagai saksiku bahwa aku telah sampaikan tugas risalahini. Sungguh tugas Rasul hanya menyampaikan firman Tuhan semata-mata.
Wahai umat manusia! Bertakwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan jangan (sampai) kamu mati melainkan kamu benar-benar sebagai orang muslim.
Wahai umat manusia! Berimanlah kamu kepada Allah, Rasul-Nya dan cahaya (Al-Qur’an) yang diturunkan bersamanya, sebelum kami mengubah mukamu lalu kami putarkan ke belakang (yakni mati).
Wahai umat manusia! Telah mengalir dalam jiwaku ini cahaya dari sisi Allah. Kemudian (ia mengalir juga) ke dalam (tanah) Ali, dan berikutnya ke dalam zuriat keturunannya sehinggalah ke (lmam) al-Qoim al-Mahdi, yang akan mengembalikan hak Allah dan seluruh hak-hak kami ke tempatnya sernula. Sebab Allah ‘azza wa jalla telah menjadikan kamu sebagai hujjah dan bukti-Nya terhadap orang-orang yang ingkar, penentang, pembangkang, pengkhianat, pendosa dan penzalim dari seluruh makhluk jagad raya ini.
Wahai umat manusia! Kuingatkan kalian bahwa aku ini adalah Rasul utusan Allah. Sebelumku telah ada rasul-rasul yang lain. Apakah kalian akan berpaling dariku (dan tidak bersabar) setelah aku mati atau terbunuh? Sungguh barangsiapa berpaling, maka dia tidak akan merugikan Allah sedikitpun; dan Allah akan membalas orang-orang yang bersyukur. Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan mereka yang menyandang sifat sabar dan syukur di atas adalah Ali dan putra-putranya yang datang dari sulbinya.
Wahai umat manusia! Janganlah kalian rnengungkit-ungkit dan membusungkan dada di hadapan Allah akan keislaman kalian, sebab itu akan mendatangkan murka Allah dan azab-Nya. Sungguh Dia benar-benar mengawasi kamu.
Wahai umat manusia! Akan datang setelahku para pemimpin yang menyeru kepada api neraka, dan mereka tidak akan memperoleh pembelaan kelak pada hari kiamat.
Wahai umat manusia! Sungguh Allah (SWT) dan aku tidak bertanggung jawab atas nasib mereka dan tidak akan sekali-kali melindungi mereka.
Wahai umat manusia! Sungguh mereka dan pembela-pembelanya serta para pengikutnya akan berada di tingkat terendah dari api neraka, sebuah tempat yang paling hina bagi orang-orang yang takabur (akan kebenaran). Sungguh rnerekalah Ashabus Shahifah. Dengan demikian, hendaklah kalian melihat buku amalnya masing-masing meskipun yang benar-benar peduli terhadapnya hanya segelintir orang saja.
Wahai umat manusia! Sungguh, aku serahkan masalah imamah (umat ini) dan pewarisan (nya) dalam zuriat keturunanku sampai hari kiamat. Sungguh telah kusampaikan kepada kalian kewajiban yang diperintahkan kepadaku ini, menjadi hujjah atau bukti Tuhan bagi setiap orang, baik yang hadir ataupun yang gaib (tidak hadir), yang menyaksikan perhelatan ini ataupun yang tidak menyaksikannya, yang sudah lahir atau yang belum lahir.
Hendaklah mereka yang hadir menyampaikan pesanku ini kepada yang tidak hadir, si ayah menyampaikannya kepada anaknya, demikian seterusnya sampai hari kiamat, meskipun tidak lama berselang sejumlah orang akan merampasnya dan menjadikannya sebagai dinasti kerajaan. Ketahuilah bahwa laknat Allah pasti ditimpakan kepada perampas itu. Di saat itu “Karmi akan perhatikan sepenuhnya terhadap kamu wahai makhluk manusia danjin..., di mana (akan) dilepaskan nyala api dun cairan tembaga (kepadu kalian) sedemikiansehingga kamu tidak dapal ,menyelamatkan diri darinya (Q.S. 55:31,35)
Wahai umat manusia! Sungguh Allah ‘ala wa jalla tidak akan membiarkan kamu berada dalam keadaan seperti ini sampai dia akan membedakan (untuk kamu) mana yang buruk (munafik) dan yang baik (mukmin) dan Allah sekali-kali tidak memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib.
Wahai umat manusia! Tiada desa yang selamat dan murka Allah dan penduduknya dibinasakan kecuali kerana pendustaan mereka terhadap kebenaran. Demikianlah Tuhan yang membinasakan penduduk sebuah tempat lantaran perlakuan mereka yang zalim, seperti yang disebut-sebut oleh Allah (SWT).
lnilah Ali, imam kalian dan wali kalian.
Dialah orang di mana seluruh janji atau ancaman Allah turun karenanya; dan Allah pasti menepati seluruh janjiNya.
Wahai umat manusia! Telah banyak orang-orang terdahulu sebelum kamu jatuh sesat. Allahlah yang membinasakan orang-orang terdahulu itu sebagaimana Dia jugalah yang akan membinasakan orang-orang yang akan datang kemudian.
Allah berfirman : “Bukankah Kami telah membinasakan orang-orang yang terdahulu, lalu Kami sertakan (juga) mereka yang datang kemudian. Demikianlah Kami berbuat terhadap orang-orang yang berdosa, dan celakalah pada hari itu bagi orang-orang pendusta.” (Q.S. 77:16-19).
Wahai umat manusia! Allah telah menurunkan perintahNya dan laranganNya untukku; dan aku (kemudian) menyampaikan perintah dan larangan itu kepada Ali. Dengan demikian dia mengetahui perintah dan larangan (Allah) dari Tuhannya yang Maha Suci dan Maha Perkasa. Oleh karena itu hendaklah kalian mendengar perintahnya niscaya kalian akan selamat; patuhilah dia niscaya kalian akan memperoleh petunjuk; ikutilah apa yang dilarangnya, niscaya kalian akan memperoleh bimbingan; bersikaplah seperti yang diinginkannya, dan jangan kalian berpisah dari jalannya lantaran banyaknya jalan lain.
Wahai umat manusia! Aku adalah Shiratal Mustaqim (jalan lurus) yang kalian diperintahkan untuk mengikutinya. Setelahku adalah Ali, kemudian dilanjutkan oleh putra-putraku yang datang dari sulbinya. Mereka adalah para imam yang membimbing kepada kebenaran dan dengan kebenaran itulah mereka menjalankan keadilan.
(Kemudian Nabi membaca surat AlFatihah sampai akhir, dan melanjutkan khotbahnya berikut).
Ayat-ayat ini diturunkan oleh Allah berkenaan denganku dan mereka (Ali dan putra-putranya). Ia meliputi seluruh mereka dan khusus untuk mereka. Merekalah kekasih-kekasih Allah yang tidak pernah merasa takut dan sedih. Sungguh mereka yang berada dalam partai Allahlah yang menang. Dan sungguh, musuh-musuh Alilah sebagai kelompok pendurhaka, munafik, licik, pelampau batas, dan saudara-saudara setan yang saling membisikkan perkataan yang indah-indah untuk menipu manusia.
Sungguh, para kekasih dan pendukung Ali dan putra-putranya adalah mereka yang disebutkan oleh Allah dalam kitabNya berikut : “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling kasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya...” (Q.S. 58:22). Sungguh, mereka juga adalah orang-orang yang disifatkan oleh Allah swt : “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. 6:82).
Sungguh, mereka juaga adalah orang-orang yang disifatkan oleh Allah berikut : Yang masuk ke dalam surga dengan penuh keamanan, dan disambut oleh para malaikat dengan salam sambil berkata, kalian adalah orang-orang suci, maka masuklah ke dalam surga untuk selama-lamanya.
Sungguh, para kekasih dan pendukung mereka adalah orang-orang yang difirmankan oleh Allah ‘azza wa jalla berikut, mereka masuk ke dalam surga tanpa hisab...
Dan sungguh, musuh-musuh mereka akan masuk ke dalam api neraka. Sungguh musuh-musuh mereka adalah orang-orang yang mendengar suara neraka yang mengerikan; (suara) api yang menggelegak dan yang dikelilingi oleh algojo-algojonya. Sungguh musuh-musuh mereka adalah orang-orang yang disifatkan oleh Allah sebagai umat yang saling mengutuk saudaranya ketika masuk ke dalam api neraka. Sungguh musuh-musuh mereka adalah orang-orang yang seperti difirmankan oleh Allah berikut : “Setiap kali dilemparkan ke dalam api neraka satu kumpulan, maka penjaga-penjaga neraka itu bertanya kepada mereka, apakah belum pernah datang kepada kamu seorang pemberi peringatan. Mereka menjawab : “benar ada”, telah datang kepada kami seorang yang memberikan peringatan, namun kami telah mendustakannya dan kami katakan : “Allah tidak menurunkan suatu apapun. Kamu tidak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.” (Q.S. 67:8,9).
Sungguh para kekasih mereka adalah orang-orang yang takut akan Tuhannya secara ghaib; bagi mereka ampunan dan ganjaran yang besar.
Wahai umat manusia! Sungguh jauh perbedaan antara neraka dan surga. Musuh kami adalah orang-orang yang dicela dan dikutuk oleh Allah; dan kekasih kami adalah orang-orang yang dipuji dan dicintai oleh Allah.
Wahai umat manusia! Sungguh, aku adalah (Nabi) yang memberi peringatan, sementara Ali adalah pembimbing.
Wahai umat manusia! Sungguh aku adalah Nabi dan Ali adalah washi (penerima wasiat)ku. Sungguh, penutup para imam adalah dari kami, (bergelar) alQoim alMahdi, yang akan menegakkan keadilan dan memperoleh petunjuk Allah swt.
Sungguh, dia adalah pembela agama. Sungguh, dialah yang akan membalas kezaliman orang-orag yang zalim.
Sungguh dialah yang akan membebaskan benteng-benteng yang kuat dan akan menghancurkannya.
Sungguh, dialahpenghancur kelompok-kelompok kemusyrikan.
Sungguh dialah yang akan membalas darah-darah kekasih Allah yang tumpah.
Sungguh, dialah pembela agama Allah.
Sungguh dialah penegak air lautan (makrifat dan hakikat) yang dalam.
Sungguh, dialah yang menunjukkan keutamaan orang-orang yang mempunyai keutamaan dan kebodohan orang-orang yang bodoh.
Sungguh dialah manusia pilihan Allah dan kekasihNya.
Sungguh, dialah pewaris semua ilmu dan menguasai segala ilmu.
Sungguh, dia adalah pembawa berita dari Tuhan ‘azza wa jalla, dan yang memberi tahu tentang perkara iman.
Sungguh, dia adalah manusia yang senantiasa memperoleh petunjuk (Allah) dan selalu dijayakanNya.
Sungguh, dialah manusia yang diserahkan oleh Allah urusan makhluk ciptaanNya.
Sungguh dia adalah manusia yang kedatangannya telah diberitakan oleh para imam sebelumnya.
Sungguh, dia adalah hujjah Allah terakhir yang masih hidup, di mana tiada hujjah lain setelahnya; tiada kebenaran melainkan bersamanya dan tiada cahaya melainkan ada di sisinya.
Sungguh, dia adalah wali Allah yang ada di bumiNya, penguasa yang haq dan benar di sekitar makhluk ciptaanNya, dan manusia kepercayaanNya (pada martabat) zahir dan batinNya.
Wahai umat manusia! Aku telah jelaskan kepada kalian sejelas-jelasnya (tentang perkara ini), dan inilah Ali yang akan menjelaskan kepada kalian setelahku.
Usai khotbahku ini, aku menyeru kalian untuk pertama-tama mengulurkan tangannya kepadaku, kemudian kepada Ali sebagai tanda bai’at dan pernyataan setia.
Ketahuilah bahwa aku telah memberikan bai’atku kepada Allah, dan Ali telah memberikan bai’atnya kepadaku. Kini berdasarkan perintah dari Allah ‘azza wa jalla, aku mengajak kalian untuk membai’at. Barangsiapa mengingkari bai’atnya, berarti dia telah membinasakan dirinya sendiri.
Wahai umat manusia! Sungguh haji, shafa, marwah dan umroh adalah bagian dari syi’ar Allah. “Barangsiapa menunaikan ibadah haji atau umrah ke rumah Allah, maka hendaklah ia mengerjakan sai’ di antara keduanya.” (Q.S. 2:158).
Wahai umat manusia! Tunaikan ibadah haji ke rumah Allah. Tiada suatu keluarga yang datang ke rumah Allah ini melainkan ia akan dicukupkan olehNya; dan tiada suatu keluarga yang berpaling meninggalkannya melainkan ia akan mengalami kefakiran.
Wahai umat manusia! Tiada seorang yang mukmin yang wukuf atau berdiri di tempat-tempat mulia tersebut melainkan Allah akan ampunkan seluruh dosa-dosanya yang lalu maupun yang baru. Demikianlah sehingga apabila ibadah hajinya selesai maka (perhitungan) amalnya dimulai lagi dari awal.
Wahai umat manusia! Para jamaah haji memperoleh bantuan dari Allah, dan perbelanjaan perjalanan mereka terhitung sebagai simpanan (untuk hari akhirat kelak). Sungguh Allah tidak menyia-nyiakan ganjaranNya bagi orang-orang yang berbuat kebaikan.
Wahai umat manusia! Tunaikanlah ibadah haji ke rumah Allah dengan pemahaman yang sempurna akan ajaran-ajaran agama ini. Jangan kalian meninggalkan tempat-tempat mulia itu melainkan setelah kalian benar-benar taubat dan menyesali dosa-dosa kalian.
Wahai umat manusia! Dirikanlah sholat dan tunaikanlah zakat, seperti diperintahkan oleh Allah ‘azza wa jalla atas kalian. Apabila dikarenakan lamanya waktu berlalu kemudian kalian menjadi jahil atau lupa, maka Alilah sebagai pemimpin kalian yang telah ditunjuk oleh Allah setelahku, yang akan menjelaskan (seluruh hukum-hukum itu) kepada kalian. Dia adalah orang yang dijadikan oleh Allah sebagai penggantiku; menjawab pertanyaan-pertanyaan kalian dan menjelaskan kepada kalian segala apa yang kalian tidak ketahui.
Sungguh, perkara-perkara yang halal dan yang haram adalah lebih banyak dan yang dapat kuhitung satu per satu dan kuberitahukan (kepada kalian). Untuk itu secara singkat kukatakan bahwa apa yang kuperintahkan pasti adalah perkara yang halal, dan yang kularang pasti adalah sesuatu yang haram. Kemudian aku diperintahkan untuk niengambil bai’ai dan janji setia dari kalian agar menerima segala apa yang kubawa dari Allah ‘Azza wa Jalla berkenaan dengan Ali selaku Amirul Mukminin dan para Imam yang datang setelahriya. Mereka adalah putra-putraku dan putra-putra Ali; para imam yang menegakkan kebenaran sampai hari kiamat, yang di antaranya adalah al-Mahdi, yang akan memerintah (dunia ini) dengan kebenaran.
Wahai umat manusia! setiap perkara halal yang kuajarkan kepada kalian, atau perkara haram yang kucegah kalian darinya, adalah sesuatu yang tidak mungkin kuubah atau kucabut. Karena itu hendaknya kalian mengingatnya, memeliharanya dan saling mengajarkannya. Jangan sekali-kali kalian mengubahnya atau menggantinya.
Kini kuulangi lagi perkataanku: hendaklah kalian mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh yang ma’ruf (dan mencegah yang mungkar. Ketahuilah balwa pangkal amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah penerimaan kalian akan kata-kataku sebagai sesuatu yang final, di mana kalian yang hadir menyampaikannya kepada yang tidak hadir serta memerintahkan mereka untuk menerimanya dan mencegah mereka dari menentangnya. Sebab ini adalah perintah dan Allah Yang Maha Mulia dan Maha Agung, dan dariku. (Ketahuilah) bahwa upaya melakukan yang ma’ruf dan rnencegah yang mungkar tidak akan berarti melainkan sepengetahuan atau bersama Imam yang maksum (terpelihara dari dosa).
Wahai umat manusia kitab suci Alqur’an telah menyatakan bahwa para imam setelah Ali adalah putra-putranya. Aku juga telah mengatakan kepada kalian bahwa Ali adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darinya, seperti yang difirmankan oleh Allah dalam kitab Nya:“(bahwa Ibrahim) telah menjadikan kalimat tauhid sebagai kalimat yang kekal pada keturunannya.. “, (Q.S. 43:28). Aku juga berkata: “Selagi kalian berpegang teguh pada keduanya: (Alqur ‘an dan itrah keluanga Nabi), niscaya kalian tidak akan tersesat selama-lamanya.
Wahai umat manusia Bentakwalah, sekali lagi bertakwalah kalian kepada Allah, lngatlah akan dahsyatnya hari kiamat, sepenti yang ditafsirkan oleh Allah dalam firman-Nya:“Sungguh gempa hari kiamat adalah sesuatu yang maha dahsyat “lngatlah saat-saat mati, hisab, timbangan dan pengadilan Allah terhadap kalian;(demikian juga) pahala dan dosa. Barangsiapa melakukan amal kebajikan, maka ia akan mendapatkan pahalanya, sementara mereka yang melakukan perbuatan buruk maka sedikitpun dia tidak akan memperoleh syurga.
Wahai umat nianusia! Jumlah kalian sedemikian banyaknya sehingga tidak mungkin kalian bisa mengulurkan tangan bai’atnya kepadaku satu persatu. Namun demikian, Allah ‘Azza wa jalla telah memerintahkan aku untuk mengambil ikrar dan lisan kalian tentang pengangkatan Ali sebagai Amirul Mukminin, dan para imam dari keturunanku dan keturunannya yang datang setelahnya, seperti yang pernah kuberitahukan kepada kalian bahwa Zuriat keturunanku adalah berasal dan sulbinya (Ali).
Katakan secara serentak: “Karni telah mendengar, akan patuh, rela dan ikut secara penuh atas apa yang telah engkau sampaikan dari Tuhan kami dan Tuhanmu berkaitan dengan kepemimpinan Ali dan kepemimpinan putra-putranya yang datang dari sulbinya. Untuk itukami membai’atmu dengan hati, jiwa, lisan dan tangan kami. Berdasarkan itu pula kami hidup, mati dan dibangkitkan tanpa kami mengubah, mengganti, ragu mencabut janji atau membatalkan ikrar dan pernyataan kami. Kami mematuhi Allah dan mematuhi engkau (nabi, serta mematuhi Ali sebagai Amirul Mukminin). Demikian juga putra-putranya, para imam yang kau katakan berasal dan zuriat keturunanmu, yang datang dari sulbi Ali, Hasan dan Husain.”
Tentang Hasan dan Husain ini, telah kukenalkan kepada kalian kedudukan mereka di sisiku, tempat mereka dihadapanku dan martabat mereka di haribaan Tuhanku yang Maha Mulia dan Maha Agung. Semua itu telah kusampaikan kepada kalian.
Sungguh, mereka berdua adalah penghulu pemuda-pemuda surga, imam-imam pasca ayahnya, Ali; dan aku adalah ayah mereka sebelum Ali menjadi ayahnya.
Katakan secara serentak:”Kami mematuhi perintah Allah, mematuhimu, Ali, Hasan dan Husain serta para imam setelahnya. Mereka adalah orang-orang yang kau ikat hati, jiwa dan lisan kami untuk berjanji setia, berikrar dan berbai’at lewat tangan Amirul Mukminin (Ali). Sebagian dari kami membai’atnya dengan tangannya dan sebagian yang lain dengan pernyataan lisannya. Sungguh kami tidak ingin berpaling darinya selama-lamanya. Kami jadikan Allah sebagai saksi dan cukuplah Allah sebagai saksi. Demikian juga engkau (Nabi), semua orang yang patuh pada Allah, yang hadir dan yang tidak hadir, para malaikat Allah, tentara-tentara-Nya dan hamba-hamba-Nya, semua adalah saksi-saksi kami. Namun Allah adalah lebih besar dari semua saksi.”
Wahai umat manusia! Apa yang kalian katakan? Sungguh Allah Maha Mendengar setiap suara dan Maha Tahu akan setiap jiwa yang tersembunyi. Barangsiapa memperoleh petunjuk, maka itu adalah keberuntungan bagi dirinya, dan barangsiapa yang tersesat, maka itu adalah kemalangan bagi dirinya. Mereka yang berbai ‘at, sebenarnya telah memberikan bai’atnya kepada Allah; dan tangan Allah berada di atas tangan mereka semua. (48:10)
Wahal umat manusia! Bertakwalah kalian kepada Allah. Berbai’atlah kalian kepada Ali Amirul Mukminin, kepada Hasan dan Husain serta para Imam (keturunannya). Mereka adalah kalimat Thayyibah yang masih sisa di atas muka bumi ini. Kelak Allah akan membinasakan orang-orang yang mengkhianati mereka, dan merahmati orang-orang yang setia kepada mereka. “Barangsiapa melanggar janji dan bai ‘atnya, niscaya itu akan menimpa dirinya sendiri.” (48:10)
Wahai umat manusia! Ucapkanlah apa yang telah kukatakan kepada kalian. Salamilah Ali selaku Arnirul Mukminin. Katakanlah: “(Tuhan kami)! Kami ielah dengar dan akan patuh (pada perintah-Mu). Ampunilah karni wahai Tuhan karni. Sungguh kepada-Mulah segala sesuatu akan kernbali. Katakanlah:” Segala puji bagi Allah yang telah membimbing kalian ke jalan ini. Sungguh, karni tidak akan memperoleh bimbingan tanpa bimbingan dari Allah.”(7:43)
Wahai umat manusia! Sungguh keutamaan Ali bin Abi Thalib (a.s) di sisi Allah dan yang ada dalam Al-Qur’an adalah lebih banyak dari pada yang bisa kusebutkan secara rinci di tempat ini. Siapapun yang meriwayatkannya dan memberitahukannya kepada kalian, maka percayailah dan terimalah ia.
Wahai umat manusia! barangsiapa patuh pada Allah, Rasul-Nya, Ali dan para Imam yang telah kusebutkan itu niscaya dia akan lulus dengan hasil yang amat sangat gemilang.
Wahai umat manusia! Mereka yang segera berangkat memberikan bai’at kepadanya dan menjadikannya sebagai walinya serta menerirnanya sebagai Amirul Mukminin, mereka adalah orang-orang yang selamat, dan kelak akan berada di dalam syurga yang penuh nikmat.
Wahai umat manusia! Ucapkanlah kata-kata yang menyebabkan Allah rela tenhadap kalian. Seandainya kalian dan semua penghuni bumi ini kufur kepadaNya, niscaya itu tidak akan merugikan-Nya sedikitpun. (3:144)
Yaa Allah! Berikanlah ampunan-Mu kepada orang-orang mukmin, dan murka-Mu kepada orang-orang kafir. Dan segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Kemudian khalayak menyahut seruan Nabi dan berkata:”Kami telah dengar dan akan patuh pada perintah Allah dan Rasul-Nya dengan sepenuh hati, lidah dan kekuatan kami.”
Mereka kemudian berhimpit-himpitan mengelilingi Nabi dan Ali untuk bersalaman dan mengulurkan tangan bai ‘atnya kepada Rasulullah (SAW). Abubakar, kemudian Umar, lalu Usman. Berikutnya adalah orang-orang Muhajirin, Anshar dan seterusnya sesuai dengan tingkatan martabat mereka sehinggalah tiba waktu Maghrib. Setelah shalat Maghrib dan lsya’ yang di jamak dalam satu waktu, mereka kemudian meneruskan ikrar bai’atnya. Setiap kali orang datang berbai’at, Nabi kemudian berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah mengutamakan kami di atas seluruh penghuni alam semesta.”
Di sini diperturunkan nama-nama perawi hadits al-Ghadir di kalangan para sahabat tentang perlantikan 'Ali AS sebagai khalifah secara langsung selepas Rasulullah SAWW. Sebagaimana sabdanya:'Siapa yang telah menjadikan aku maulanya, maka 'Ali adalah maulanya.' Dan semua nama-nama perawi tersebut telah diriwayatkan oleh para ulama Ahlus-Sunnah di dalam buku-buku mereka seperti berikut:
1. Abu Hurairah al-Dausi (w.57/58H). Diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi di dalam Tarikh Baghdad, VII, hlm. 290. Al-Khawarizmi di dalam Manaqibnya, hlm. 130. Ibn Hajr di dalam Tahdhib al-Tahdhib, VII, hlm. 327.
2. Abu Laila al-Ansari (w. 37H). Diriwayatkan oleh al-Hawarizmi, di dalam Manaqibnya, hlm. 35. Al-Suyuti di dalam Tarikh al-Khulafa', hlm. 14.
3. Abu Zainab bin 'Auf al-Ansari. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, III, hlm. 307. Ibn Hajr di dalam al-Isabah, III, hlm. 408.
4. Abu Fadhalah al-Ansari, sahabat Nabi SAWAW di dalam peperangan Badr. Di antara orang yang memberi penyaksian kepada 'Ali AS dengan hadith al-Ghadir di hari Rahbah. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, III, hlm. 307.
5. Abu Qudamah al-Ansari. Di antara orang yang menyahut seruan 'Ali AS di hari Rahbah. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, V, hlm. 276.
6. Abu 'Umrah bin 'Umru bin Muhsin al-Ansari. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, III, hlm. 307. Di antara yang menjadi saksi kepada 'Ali AS di hari Rahbah dengan hadith al-Ghadir.
7. Abu l-Haitham bin al-Taihan meninggal dunia di dalam peperangan al-Siffin tahun 37H. Diriwayatkan oleh al-Qadhi di dalam Tarikh Ali Muhammad, hlm. 62.
8. Abu Rafi' al-Qibti, hamba Rasulullah SAWAW. Diriwayatkan oleh al-Khawarizmi di dalam Maqtal dan Abu Bakr al-Ja'abi di dalam Nakhbnya.
9. Abu Dhuwaib Khuwalid atau Khalid bin Khalid bin Muhrith al-Hazali wafat di dalam pemerintahan Khalifah 'Uthman. Diriwayatkan oleh Ibn 'Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah, al-Khawarizmi di dalam Maqtal.
10. Abu Bakr bin Abi Qahafah al-Taimi (w.13H). Diriwayatkan oleh Ibn Uqdah dengan sanad-sanadnya di dalam Hadith al-Wilayah, Abu Bakr al-Ja'abi di dalam al-Nakhb, al-Mansur al-Razi di dalam kitabnya Hadith al-Ghadir, Syamsuddin al-Jazari al-Syafi'i di dalam Asna al-Matalib, hlm. 3 di antara perawi-perawi hadith al-Ghadir.
11. Usamah bin Zaid bin al-Harithah al-Kalbi (w.54H). Diriwayatkan di dalam Hadith al-Wilayah dan Nakhb al-Manaqib.
12. Ubayy bin Ka'ab al-Ansari al-Khazraji (w. 30/32H). Diriwayatkan oleh Abu Bakr al-Ja'abi dengan sanad-sanadnya di dalam Nakhb al-Manaqib.
13. As'ad bin Zararah al-Ansari. Diriwayatkan oleh Syamsuddin al-Jazari di dalam Asna al-Matalib, hlm. 4.
14. Asma' binti Umais al-Khath'amiyyah. Diriwayatkan oleh Ibn 'Uqdah dengan sanad-sanadnya di dalam Hadith al-Wilayah.
15. Umm Salmah isteri Nabi SAWAW. Diriwayatkan oleh al-Qunduzi l-Hanafi di dalam Yanabi al-Mawaddah, hlm. 40.
16. Umm Hani' binti Abi Talib. Diriwayatkan oleh al-Qunduzi l-Hanafi di dalam Yanabi' al-Mawaddah, hlm. 40 dan Ibn 'Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah dengan sanad-sanadnya.
17. Abu Hamzah Anas bin Malik al-Ansari al-Khazraji hamba Rasulullah SAWAW (w. 93H). Diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi di dalam Tarikhnya, VII, hlm. 377; Ibn Qutaibah di dalam al-Ma'arif, hlm. 291; al-Suyuti di dalam Tarikh al-Khulafa', hlm. 114.
18. Al-Barra' bin 'Azib al-Ansari al-Ausi (w. 72H). Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, IV, hlm. 281; Ibn Majah di dalam Sunan, I, hlm. 28-29.
19. Baridah bin al-Hasib Abu Sahl al-Aslami (w. 63H). Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak, III, hlm. 110; al-Suyuti di dalam Tarikh al-Khulafa', hlm. 114.
20. Abu Sa'id Thabit bin Wadi'ah al-Ansari al-Khazraji al-Madani. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, III, hlm. 307.
21. Jabir bin Samurah bin Janadah Abu Sulaiman al-Sawa'i (w. 70H). Diriwayatkan oleh al-Muttaqi al-Hindi di dalam Kanz al-Ummal, VI, hlm. 398.
22. Jabir bin Abdullah al-Ansari (w. 73/74H). Diriwayatkan oleh Ibn 'Abd al-Birr di dalam al-Isti'ab, II, hlm. 473; Ibn Hajr di dalam Tahdhib al-Tadhib, V, hlm. 337.
23. Jabalah bin 'Umru al-Ansari. Diriwayatkan oleh Ibn 'Uqdah dengan sanad-sanadnya di dalam Hadith al-Wilayah.
24. Jubair bin Mut'am bin 'Adi al-Qurasyi al-Naufali (w. 57/58/59 H). Diriwayatkan oleh al-Qunduzi l-Hanafi di dalam Yanabi' al-Mawaddah, hlm. 31, 336.
25. Jarir bin 'Abdullah bin Jabir al-Bajali (w. 51/54 H). Diriwayatkan oleh al-Haithami di dalam Majma' al-Zawa'id, IX, hlm. 106.
26. Abu Dhar Janadah al-Ghaffari (w.31 H). Diriwayatkan oleh Ibn 'Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah; Syamsuddin al-Jazari al-Syafi'i di dalam Asna l-Matalib, hlm. 4.
27. Abu Junaidah Janda' bin 'Umru bin Mazin al-Ansari. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, I, hlm. 308.
28. Hubbah bin Juwain Abu Qadamah al-'Arani (w. 76-79H). Diriwayatkan oleh al-Haithami di dalam Majma' al-Zawa'id, IX, hlm. 103; al-Khatib al-Baghdadi di dalam Tarikh Baghdad, VIII, hlm. 276.
29. Hubsyi bin Janadah al-Jaluli. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, III, hlm. 307, V, hlm. 203; Ibn Kathir di dalam al-Bidayah wa Nihayah, VI, hlm. 211.
30. Habib bin Badil bin Waraqa' al-Khaza'i. Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, I, hlm. 368; Ibn Hajr di dalam al-Isabah, I, hlm. 304.
31. Huzaifah bin Usyad Abu Sarihah al-Ghaffari. (w.40/42 H). Diriwayatkan oleh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi' al-Mawaddah, hlm. 38.
32. Huzaifah al-Yamani (w.36 H). Diriwayatkan oleh Syamsuddin al-Jazari al-Syafi'i di dalam Asna al-Matalib, hlm. 40.
33. Hasan bin Tsabit. Salah seorang penyair al-Ghadir pada abad pertama Hijrah.
34. Imam Mujtaba Hasan bin 'Ali AS. Diriwayatkan oleh Ibn 'Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah dan Abu Bakr al-Ja'abi di dalam al-Nakhb.
35. Imam Husain bin 'Ali AS. Diriwayatkan oleh Abu Nu'aim di dalam Hilyah al-Auliya', IX, hlm.9.
36. Abu Ayyub Khalid bin Zaid al-Ansari (w.50/51H). Diriwayatkan oleh Muhibuddin al-Tabari di dalam al-Riyadh al-Nadhirah, I, hlm. 169; Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabbah, V, hlm. 6 dan lain-lain.
37. Abu Sulaiman Khalid bin al-Walid al-Mughirah al-Makhzumi (w. 21/22H). Diriwayatkan oleh Abu Bakr al-Ja'abi di dalam al-Nakhb.
38. Khuzaimah bin Thabit al-Ansari Dhu al-Syahadataini (w. 37 H). Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah,III, him. 307 dan lain-lain.
39. Abu Syuraih Khuwailid Ibn Umru al-Khaza’i (w. 68 H). Di antara orang yang menyaksikan Amiru l-Mukminin dengan hadith alGhadir.
40. Rifalah bin Abd aI-Mundhir al-Ansari. Dirlwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah dengan sanad-sanadnya di dalam Hadith al-Wilayah.
41. Zubair bin al-Awwam al-Qurasyi (w. 36 H). Dlrlwayatkan oieh Syamsuddln al-Jazari ai-Syafi'i di dalam Asna l-Matalib. him.3.
42. Zaid bin Arqam al-Ansari al-Khazraji (w. 66/68 H). Dlriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya. IV. hIm. 368 dan lain-lain.
43. Abu Sa’ld Zaid bin Thabit (w. 45/48 H). Dlriwayatkan oleh Syamsuddin al-Jazari al-Syafi’i di dalam Asna l-Matalib him. 4 dan lain-lain.
44. Zaid Yazid bin Syarahil al-Ansari Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah,, II. hIm. 233; Ibn Hajr di dalam al-Isabah. I. him. 567 dan lain-lain.
45. Zaid bin Abdullah al-Ansari. Diriwayatkan oleh lbn ‘Uqdah dengan sanad-sanadnya di dalam Hadith al-Wilayah.
46. Abu Ishak Sa’d bin Abi Waqqas (w. 54/56/58 h). Diriwayatkan oleh al-Hakim di dalam al-Mustadrak, III, hlm. 116 dan lain-lain.
47. Sa’d bin Janadah al-’Aufi bapa kepada ‘Atiyyah al-’Aufi. Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah dan lain-lain.
48. Sad bin Ubadah al-Ansari al-Khazraji (w. 14/15 H). Diriwayatkan oleh Abu Bakr al-Ja’abi di dalam Nakhb.
49. Abu Sa’id Sad bin Malik al-Ansari al-Khudri (w. 63/64/65 H). Dlriwayatkan oleh al-Khawarizmi di dalam Manaqibnya, hlm. 8; Ibn Kathir di dalam Tafsirnya, II, hlm. 14 dan lain-lain.
50. Sa’id bin Zald al-Qurasyi ‘Adwi (w. 50/5 1 H). Dlriwayatkan oleh Ibn al-Maghazili di dalam Manaqibnya.
51. Sa’id bin Sa’d bin ‘Ubadah al-Ansari. Dlriwayatkan oleh Ibn‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
52. Abu ‘Abdullah Salman al-Farisi (w. 36/37 H). Dlriwayatkan oleh Syamsuddln al-Jazari al-Syafl’i di dalam Asna l-Matallb, hlm. 4 dan lain-lain.
53. Abu Muslim Salmah bin ‘Umru bin al-Akwa’ al-Aslami (w.74 H). Dirlwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah dengan sanad-sanadnya dl dalam Hadith aI-Wilayah.
54. Abu Sulaiman Samurah bin Jundab al-Fazari (w. 58/59/60 H). Diriwayatkan oleh Syamsuddin al-Jazari al-Syafi’i di dalam Asna l-Matalib, hlm. 4 dan lain-lain.
55. Sahal bin Hanifal-Ansari al-Awsi (w. 38 H). Diriwayatkan oleh Syamsuddin al-Jazari al-Syafi’i di dalam Asna l-Matalib, him. 4 dan lain-lain.
56. Abu ‘Abbas Sahal bin Sa’d al-Ansari al-Khazraji al-Sa’idi (w.
91 H). Diriwayatkan oieh al-Qunduzi 1-Hanafi di dalam Yanabi’ al-Mawaddah, hlm. 38 dan lain-lain.
57. Abu Imamah al-Sadiq Ibn ‘Ajalan al-Bahili (w. 86 H). Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalain Hadith al-Wilayah.
58. Dhamirah al-Asadi. Dlriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di daiam Hadith al-Wilayah.
59. Talhah bin ‘Ubaidillah al-Tamimi wafat pada tahun 35 Hijrah di dalam Perang Jamal. Dirlwayatkan oleh al-Mas’udi di dalam Muruj al-Dhahab, II, hlm. 11; al-Hakim didalam al-Mustadrak,III, hlm. 171 dan lain-lain.
60. Amlr bin ‘Umair al-Namiri Diriwayatkan oleh Ibn Hajr di dalam al-Isabah II, hlm. 255.
61. AmIr bin Laila bin Dhumrah. Dirlwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, III, hln. 92, dan lain-lain.
62. ‘Amir bin Laila a1-Gbaffari Diriwayatkan oleh Ibn Hajr di dalam al-Isabah, II, hIm. 257 dan lain-lain.
63. Abu Tupail ‘Amir bin Wathilah. Diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, I. hlm. 118; al-Turmudhi di dalam Sahihnya, II, hlm. 298 dan lain-lain.
64. ‘Alsyah binti Abu Bakr bin Abi Qahafah, Isteri Nabi Sawaw Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
65. ‘Abbas bin ‘Abdu l-Muttallib bin Hasyim bapa saudara Nabi Sawaw. Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
66. ‘Abdu r-Ráhman bin ‘Abd Rabb al-Ansari. Dirlwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd ai-Ghabah, III, hIm. 307; Ibn Hajr di dalam al-Isabah, II, him. 408 dan lain-lain.
67. Abu Muhammad bin ‘Abdu r-Rahman bin Auf al-Qurasyi al-Zuhri (w. 31 H), Diriwayatkan oieh Syamsuddin al-Jazari a!Syafi’i di dalam Asna al-Matalib, hlm. 3 dan lain-lain.
68. ‘Abdu r-Rahman bin Ya’mur al-Daili Diriwayatkan oleb Ibn ‘Uqdah dl dalam Hadith al-Wilayah dan lain-lain.
69. ‘Abdullah bin Abi ‘Abd al-Asad al-Makhzumi. Di riwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
70. ‘Abdullah bin Badil bin Warqa’ Sayyid Khuza’ah. Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
71. ‘Abdullah bin Basyir al-Mazini. Dlrlwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Had ith al-Wilayah.
72, ‘Abduilah bin Thabit al-Ansari. Dlriwayatkan oleh al-Qadhi didalam Tarikh Ali Muhammad, him. 67.
73. ‘Abdullah bin Ja’far bin Abi Talib al-Hasyimi (w, 80 H). Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah
74. ‘Abdullah bin Hantab al-Qurasyi al-Makhzumi. Dlrlwayatkanoleh al-Suyuti di dalam Ihya’ al-Mayyit.
75. ‘Abdullah bin Rabi’ah. Dlrlwayatkan oleh al-Khawarizmi didalam Maqtalnya.
76. ‘Abdullah bin ‘Abbas (w. 68 H). Diriwayatkan oleh al-Nasa’i di dalam al-Khasa’is, hlm. 7 dan lain-lain.
77. ‘Abdullah bin Ubayy Aufa ‘Alqamah al-Aslami (w. 86/87 H).
Dlriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah hal.78. Abu ‘Abdu r-Rahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin al-Khattab al-’Adawi (w. 72/73 H), Dlrlwayatkan oleh al-Haithami di dalam Majma’ al-Zawa’ld, IX, hIm. 106 dan lain-lain,
79. Abu ‘Abdu r-Rahman ‘Abdullah bin Mas’ud al-Hazali (w. 32 /
33 H). Dlriwayatkan oleh al-Suyuti di dalam al-Durr al-Manthur, II, hlm. 298 dan lain-lain.
80. ‘Abdullah bin Yamil. Dlriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd ol-Ghabah,III, him. 274; Ibn Hajr di dalam al-Isabah, II,hlm. 382 dan lain-lain.
81. ‘Uthman bin ‘Affan (w. 35 H). Dirilwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah dan lain-lain.
82. ‘Ubaid bin ‘Azib al-Ansari, saudara al-Bara’ bin ‘Azib. Di antara orang yang membuat penyaksian kepada 'Ali A.S. di Rahbah. Dirlwayatkan oleh Ibn al-AthIr di dalam Usd al-Ghabah, III, him.
307.
83. Abu Tarif Adi bin Hatim (w. 68 H). Diriwayatkan oieh al-Qunduzi al-Hanafi di dalam Yanabi’ al-Mawaddah, him. 38
dan lain-lain.
84. ‘Atiyyah bin Basr al-Mazini. Diriwayatkan oleh lbn ‘Uqdah di dalam Had ith al-Wilayah.
85. ‘Uqbah bin Amir al-Jauhani. Diriwayatkan al-Qadh di dalam
Tarikh Ali Muhammad, him. 68.
86. Amiru l-Mukminin ‘Ali bin Abi Talib A.S. Diriwayatkan oieh Ahmad bin Hanbal di dalam Musnadnya, I, hlm. 152: al-Haithami di dalam Majma’ al-Zawa'id, IX. him. 107; al-Suyuti di dalam Tarlkh al-Khulafa’ , him. 114; Ibn Hajr di dalam Tahdhlb al-Tahdhlb, VII, him. 337; Ibn Kathir dl dalain al-Bidayah wa al-Nihayah. V. him. 211 dan lain-lain.
87. Abu Yaqzan ‘Ammar bin Yasir (w. 37 H). Diriwayatkan oleh Syamsuddin al-Jazari al-Syafi’i di dalain Asna al-Matalib, hlm. 4 dan lain-lain.
88. 'Ammarah al-Khazraji al-Ansari. Dlrlwayatkan oieh al-Halthami dl dalam MaJma’ al-Zawa’ld, IX, him. 107 dan lain-lain.
89. ‘Umar bin Abi Salmah bin ‘Abd al-Asad al-Makhzumi (w. 83 H).
Dlriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
90. ‘Umar bin al-Khattab (w. 23 H). Diriwayatkan oleh Muhibbuddin al-Tabari dl dalam al-Rlyadh aI-Nadhirah, H, him. 161; Ibn Kathir di dalam al-Bidayah wa al-Nihayah. VII. Mm. 349 dan lain-lain.
91. Abu Najid ‘Umran bin Hasin al-Khuza’i (w. 52 H). Diriwayatkan oleh Syamsuddin ai-Jazari al-Syafi’i di dalam Asna al-Matalib. him. 4 dan lain-lain.
92. Umru bin al-Humq al-Khuza’i al-Kufi (w. 50 H). Diriwayatkan oieh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
93. ‘Umru bin Syarhabil. Dlrlwayatkan oleh aI-Khawarizmi di dalain Maqtalnya.
94. ‘Umru bin al-Asi Diriwayatkan oleh Ibn Qutaibah di dalam al-Imamah wa al-Slyasah, him. 93 dan lain-lain.
95. ‘Umru bin Murrah al-Juhani Abu Talhah atau Abu Maryam. Diriwayatkan oleh al-Muttaqi al-Hindi di dalam Kanz al-’Ummal, VI, him. 154 dan lain-lain.
96. Al.Siddiqah Fatimah binti Nabi Sawaw. Dlriwayatkan oieh Ibn
‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah dan lain-lain.
97. Fatimah binti Hamzah bin ‘Abdu l-Muttalib. Dlriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
98. Qais bin Thabit bin Syamas al-Ansari Diriwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, I, hIm. 368; lbn Hajr di dalam al-Isabah, I. him. 305 dan lain-lain.
99. Qais bin Sa’d bin ‘Ubadah al-Ansari al-Khazraji. Dlrlwayatkan oleh Ibn Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
100. Abu Muhammad Ka’ab bin ‘Ajrah al-Ansari al-Madani (w.5 1 H). Dlrlwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
101. Abu Sulaiman Malik bin al-Huwairath al-Laithi (w. 84 H) Dirtwayatkan oleh al-Suyutl di dalam Tarikh al -Khulafa’ , hlm. 114 dan lain-lain.
102. A1-Miqdad bin ‘Umry al-Kindi al-Zuhrl (w. 33 H). Dirlwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah dan lain-lain.
103. Najiah bin ‘Umru al-Khuzai. Dlrlwayatkan oleh Ibn al-Athir di dalam Usd al-Ghabah, V. him. 6; Ibn Hajr di dalain al-Isabah,III, hlm. 542 dan lain-lain.
104. Abu Barzah Fadhiah bin ‘Utbah al-Aslami (w. 65 H). Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
105. Na’mar bin ‘Ajalan al-Ansari. Diriwayatkan oleh al-Qadhi di
daiam Tarikh Ali Muhammad, him. 68 dan lain-lain.
106. Hasyim al-Mirqal Ibn ‘Utbah bin Abi Waqqas al-Zuhrl (w. 37 H). Dlrlwayatkan oieh Ibn al-Athir dl dalam Usd al-Ghabah, I, him. 366; Ibn Hajr di dalam aI-Isabah, 1, hlm. 305.
107. Abu Wasmah Wahsyiy bin Harb al-Habsyl al-Hamsi. Diriwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah dl dalam Hadith al-Wilayah.
108. Wahab bin Hamzah. Diriwayatkan oieh al-Khawarizmi pada Fasal Keempat di dalam Maqtalnya.
109. Abu Juhallah Wahab bin Abdullah al-Suwa’i(w. 74 H). Dinwayatkan oleh Ibn ‘Uqdah di dalam Hadith al-Wilayah.
110. Abu Murazim Ya’li bin Murrah bin Wahab al-Thaqali. Diniwayatkan oleh Ibn al-Athir dl dalam Usd aI-Ghabah. II. him. 233; Ibn Hair di dalam aI-Isabah, Ill, him. 542.
Demikian dikemukakan kepada kalian 110 perawi-perawl hadits al-Ghadir dikalangan para sahabat mengenal perlantikan ‘Ali A.S. sebagai khalifah secara langsungselepas Rasulullah Saww, oleh ularna-ulama Ahlus-Sunnah di dalam buku-buku mereka. Oleh karena Itu hadits ini sudah mencapai ke peringkat mutawatir. Kemudian diikuti pula oleh 84 perawl-perawi dari golongan para Tabi’in yang merlwayatkan hadits al-Ghadir serta 360 perawl-perawi di kalangan para ulama Sunnah yang meriwayatkan hadits tersebut di daiam buku-buku mereka. Malah terdapat 26 pengarang dari kalangan para ulama Ahlus-Sunnah yang mengarang buku-buku tentang hadis al-Ghadir. Untuk keterangan lebih lanjut silakan rujuk al-Amini, al-Ghadlr, I. hlm. 14 - 158.
Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kalian,hai ahlul bait,dan menyucikan kalian suci sesucinya. (Q.S. Al-azhab: 33)
Katakanlah, 'Aku tidak meminta kepadamu sesuatu upah pun atas seruanku kecuali kecintaan kepada keluargaku'.dan siapa mengerjakan kebaikan, akan Kami tambahkan baginya kebaikan atas kebaikannya itu. Sesungguhnya Allah lagi Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri"(Q.S As-Syura:23)
"Sesungguhnya Aku telah tinggalkan dua pusaka berharga untuk kalian ; Kitab Allah dan Itrah, Ahlulbaytku. Selama berpegang pada keduanya, kalian tidak akan terpisah hingga menjumpaiku di Telaga Kausar kelak pada hari kiamat."(H.R. Sahih Muslim,jil7 hal.22;Mustadrak Hakim, Jilid 3,hal.109,147,533 dan kitab-kitab induk yang lain)
Thursday, December 27, 2012
Thursday, November 29, 2012
Karamah Batu Tempat Kepala Imam Hussein as (yang terpenggal dan dirawat Para pendeta Nashrani) dengan penuh Cinta ...
MESJID AL-NUQTAH
LETAKNYA IALAH DI KOTA ALLEPPO ATAU HALAB SEKITAR 360KM DARI KOTA DAMASKUS.
Sejarah singkat berikut ini diambil dari sebuah buku yang ditulis oleh Sheikh Ibrahim Nasralla yang diberi judul “The Traces of Ale Mohammad in Aleppo” (Jejak-jejak Keturunan Muhammad di Aleppo).
Untuk mengenal sejarah dari tempat ini maka kita harus memalingkan wajah ke masa lalu terlebih dahulu. Tempat ini konon dulunya adalah sebuah biara yang terdiri dari 2 buah ruangan yang diberi-nama Mart Ruta Monastery, sebelum datangnya Islam ke kota ini.
Ketika rombongan Imam Ali Zainal Abiddin As-Sajjad (as) (putera Imam Husein) dan Zainab (as) (adik Imam Husein) disertai rombongan kecil berisi wanita dan anak-anak datang dari Kufah dan Karbala ke Syam, rombongan itu berhenti di kota Aleppo untuk beristirahat di dekat biara ini. Para biarawan dan pendeta dari biara ini melihat dengan jelas sekali ada cahaya yang terang yang keluar dari kepala Imam Husein (as) yang diarak oleh tentara Yazid yang mengawal rombongan dari keluarga Nabi itu. Kejadian itu terjadi pada tahun 61H.
Ketika para biarawan dan para pendeta dari biara itu tahu bahwa para tawanan yang dibawa itu ialah sisa-sisa keluarga Nabi (dimana banyak dari kaum lelakinya sudah syahid), maka mereka meminta para pengawal rombongan itu untuk memberikan mereka kesempatan untuk merawat kepala Imam Husein (as).
Untuk itu, para pendeta dari biara itu harus mengeluarkan uang yang sangat banyak.
Seorang pendeta yang memiliki pengetahuan luas mengambil kepala Imam Husein (as) dari para pengawal (tentara Yazid) dan kemudian meletakkan kepala Imam Husein (as) itu di atas sebuah batu untuk dicuci dan disisir rambutnya serta diberi minyak wangi.
“Betapa besar penghargaan yang diberikan oleh seorang Nasrani untuk kepala suci dari cucu sang nabi”
“Betapa kecil penghormatan yang diberikan oleh kaum Muslimin waktu itu, kepada sisa keluarga Nabi yang ditawan dan dibelenggu”
Pendeta itu berdo’a terus menerus di depan kepala Imam Husein (as) itu hingga shubuh menjelang pagi dan kemudian ia memberikan kembali kepala itu kepada para bala tentara Yazid. Pendeta itu sendiri konon katanya langsung memeluk Islam tidak lama setelah kejadian itu.
Sejak malam itu hingga beberapa hari kemudian darah segar senantiasa keluar dari batu itu dan setelah rombongan tawanan keluarga nabi itu pergi dari biara itu…………..kembali pendeta tersebut melantunkan do’a-do’a rintihan untuk mengenang cucu Nabi. Sementara itu…………………..batu itu tetap mengeluarkan darah segar.
Batu ini—yang warnanya akhirnya memerah karena darah yang pernah tercurahkan dari kepala “Pemimpin Para Syuhada”—tetap bersemayam di biara ini dari awal bulan Safar tahun 61H hingga tahun 333H ketika Raja Sifoddowie Hamdani (seorang pengikut Ahlul Bayt Nabi) memasuki kota Aleppo dan memutuskan untuk menjadikan kota Aleppo itu menjadi ibu kota. Raja itu seringkali menjenguk batu itu dan sampai detik itu masih pula mengeluarkan darah segar. Ia akhirnya memutuskan untuk membangun tempat itu untuk menghormati batu yang mengeluarkan darah itu sebagai tanda kebesaran Allah di muka bumi ini.
BATU ITU SAMPAI SEKARANGPUN MASIH MENGELUARKAN DARAH SEGAR……………SIMAKLAH VIDEO BERIKUT INI……………………
http://www.youtube.com/get_player
Pada pertengahan abad keempat Hijriah, bangunan indah yang ditujukan untuk menghormati batu itu berdirilah dan sejak saat itu tempat itu menjadi tempat ziarah bagi para pecinta cucu Nabi (Imam Husein as.). Tempat itu dikenal sekarang sebagai “Mesjid Al-Nuqtah” atau kurang lebih berarti “Mesjid tempat darah tercurah”.
Pada tahun 1333H ketika para penguasa Ottoman (Khilafah Utsmaniyyah) menguasai kawasan ini, mereka melarang orang-orang yang hendak berziarah ke tempat ini dan mereka malah menggunakan tempat ini untuk menyimpan amunisi dan senjata selama masa perang. Akhirnya pada suatu masa, Kekhalifahan Ottoman mengalami kemunduran dan lemah dalam segala bidang; pada saat itulah tentara sekutu bermaksud untuk menyerang kota Aleppo. Timbullah anarki di mana-mana pada waktu itu (tanggal 20 Muharram 1337H). Mesjid yang dipenuhi oleh amunisi senjata dan mesiu ini tiba-tiba meledak. Gedung yang indah ini hancur berkeping-keping dan kepingannya berserakan di mana-mana.
Keajaiban terjadi……………….batu berdarah itu tetap berada di tempatnya dan beberapa batu yang besar berkumpul di sekelilingnya seolah-olah ingin melindungi batu itu. Sungguh itu merupakan suatu tanda kebesaran Illahi. Kemudian beberapa orang ulama mengambil batu itu dan membawanya ke Mesjid Zakaria yang ada di kota itu.
Batu itu menunjukkan beberapa keganjilan. Batu itu seringkali bergerak-gerak sehingga membuat ketakutan para alim ulama dan santri-santrinya hingga akhirnya mereka berkeputusan untuk menempatkan batu itu di atas punggung seekor kuda dan kemudian membiarkan kuda itu membawanya kemana ia suka.
Kuda itu membawa batu suci itu ke tengah-tengah kota Aleppo menuju tempat dimana batu itu dulu ditempatkan yaitu di Mesjid Al-Nuqtah yang pada waktu itu dalam keadaan hancur berkeping-keping setelah meledak. Karena tempat itu rusak, maka kuda itu (seolah-olah memiliki kehendak sendiri) membawa batu itu ke tempat pemakaman bayi Imam Husein, Muhsin. Kemudian batu itu akhirnya disimpan di sisi makam Muhsin.
Tempat suci itu tetap dalam keadaan hancur selama masa-masa sulit setelah peperangan berlangsung hingga tahun 1379H. Pada tahun itu ada sebuah organisasi bernama Jafari Islamic Rebuilding Societyyang berencana untuk membangun kembali mesjid itu sesuai dengan bentuk aslinya dulu. Dan dengan rahmat dan kebesaran Allah serta keinginan kuat dari orang-orang yang bersedia menyumbangkan tenaga dan hartanya serta bantuan moril dan materil dari para ulama, maka mereka bisa membangun kembali tempat itu dengan mengikuti bentuknya yang lama. Anehnya mereka juga tetap bisa menggunakan batu-batuan yang dulunya digunakan untuk membuat Mesjid bersejarah itu. Dengan batuan yang sama (yang dulu berserakan setelah ledakan) mereka berhasil membangun Mesjid itu seperti sedia kala, seperti yang bisa kita lihat sekarang ini.
Allahumma Shali ‘Alaa Muhammad wa Aali Muhammad ...
Untuk mengenal sejarah dari tempat ini maka kita harus memalingkan wajah ke masa lalu terlebih dahulu. Tempat ini konon dulunya adalah sebuah biara yang terdiri dari 2 buah ruangan yang diberi-nama Mart Ruta Monastery, sebelum datangnya Islam ke kota ini.
Ketika rombongan Imam Ali Zainal Abiddin As-Sajjad (as) (putera Imam Husein) dan Zainab (as) (adik Imam Husein) disertai rombongan kecil berisi wanita dan anak-anak datang dari Kufah dan Karbala ke Syam, rombongan itu berhenti di kota Aleppo untuk beristirahat di dekat biara ini. Para biarawan dan pendeta dari biara ini melihat dengan jelas sekali ada cahaya yang terang yang keluar dari kepala Imam Husein (as) yang diarak oleh tentara Yazid yang mengawal rombongan dari keluarga Nabi itu. Kejadian itu terjadi pada tahun 61H.
Ketika para biarawan dan para pendeta dari biara itu tahu bahwa para tawanan yang dibawa itu ialah sisa-sisa keluarga Nabi (dimana banyak dari kaum lelakinya sudah syahid), maka mereka meminta para pengawal rombongan itu untuk memberikan mereka kesempatan untuk merawat kepala Imam Husein (as).
Untuk itu, para pendeta dari biara itu harus mengeluarkan uang yang sangat banyak.
Seorang pendeta yang memiliki pengetahuan luas mengambil kepala Imam Husein (as) dari para pengawal (tentara Yazid) dan kemudian meletakkan kepala Imam Husein (as) itu di atas sebuah batu untuk dicuci dan disisir rambutnya serta diberi minyak wangi.
“Betapa besar penghargaan yang diberikan oleh seorang Nasrani untuk kepala suci dari cucu sang nabi”
“Betapa kecil penghormatan yang diberikan oleh kaum Muslimin waktu itu, kepada sisa keluarga Nabi yang ditawan dan dibelenggu”
Pendeta itu berdo’a terus menerus di depan kepala Imam Husein (as) itu hingga shubuh menjelang pagi dan kemudian ia memberikan kembali kepala itu kepada para bala tentara Yazid. Pendeta itu sendiri konon katanya langsung memeluk Islam tidak lama setelah kejadian itu.
Sejak malam itu hingga beberapa hari kemudian darah segar senantiasa keluar dari batu itu dan setelah rombongan tawanan keluarga nabi itu pergi dari biara itu…………..kembali pendeta tersebut melantunkan do’a-do’a rintihan untuk mengenang cucu Nabi. Sementara itu…………………..batu itu tetap mengeluarkan darah segar.
Batu ini—yang warnanya akhirnya memerah karena darah yang pernah tercurahkan dari kepala “Pemimpin Para Syuhada”—tetap bersemayam di biara ini dari awal bulan Safar tahun 61H hingga tahun 333H ketika Raja Sifoddowie Hamdani (seorang pengikut Ahlul Bayt Nabi) memasuki kota Aleppo dan memutuskan untuk menjadikan kota Aleppo itu menjadi ibu kota. Raja itu seringkali menjenguk batu itu dan sampai detik itu masih pula mengeluarkan darah segar. Ia akhirnya memutuskan untuk membangun tempat itu untuk menghormati batu yang mengeluarkan darah itu sebagai tanda kebesaran Allah di muka bumi ini.
BATU ITU SAMPAI SEKARANGPUN MASIH MENGELUARKAN DARAH SEGAR……………SIMAKLAH VIDEO BERIKUT INI……………………
http://www.youtube.com/get_player
Pada pertengahan abad keempat Hijriah, bangunan indah yang ditujukan untuk menghormati batu itu berdirilah dan sejak saat itu tempat itu menjadi tempat ziarah bagi para pecinta cucu Nabi (Imam Husein as.). Tempat itu dikenal sekarang sebagai “Mesjid Al-Nuqtah” atau kurang lebih berarti “Mesjid tempat darah tercurah”.
Pada tahun 1333H ketika para penguasa Ottoman (Khilafah Utsmaniyyah) menguasai kawasan ini, mereka melarang orang-orang yang hendak berziarah ke tempat ini dan mereka malah menggunakan tempat ini untuk menyimpan amunisi dan senjata selama masa perang. Akhirnya pada suatu masa, Kekhalifahan Ottoman mengalami kemunduran dan lemah dalam segala bidang; pada saat itulah tentara sekutu bermaksud untuk menyerang kota Aleppo. Timbullah anarki di mana-mana pada waktu itu (tanggal 20 Muharram 1337H). Mesjid yang dipenuhi oleh amunisi senjata dan mesiu ini tiba-tiba meledak. Gedung yang indah ini hancur berkeping-keping dan kepingannya berserakan di mana-mana.
Keajaiban terjadi……………….batu berdarah itu tetap berada di tempatnya dan beberapa batu yang besar berkumpul di sekelilingnya seolah-olah ingin melindungi batu itu. Sungguh itu merupakan suatu tanda kebesaran Illahi. Kemudian beberapa orang ulama mengambil batu itu dan membawanya ke Mesjid Zakaria yang ada di kota itu.
Batu itu menunjukkan beberapa keganjilan. Batu itu seringkali bergerak-gerak sehingga membuat ketakutan para alim ulama dan santri-santrinya hingga akhirnya mereka berkeputusan untuk menempatkan batu itu di atas punggung seekor kuda dan kemudian membiarkan kuda itu membawanya kemana ia suka.
Kuda itu membawa batu suci itu ke tengah-tengah kota Aleppo menuju tempat dimana batu itu dulu ditempatkan yaitu di Mesjid Al-Nuqtah yang pada waktu itu dalam keadaan hancur berkeping-keping setelah meledak. Karena tempat itu rusak, maka kuda itu (seolah-olah memiliki kehendak sendiri) membawa batu itu ke tempat pemakaman bayi Imam Husein, Muhsin. Kemudian batu itu akhirnya disimpan di sisi makam Muhsin.
Tempat suci itu tetap dalam keadaan hancur selama masa-masa sulit setelah peperangan berlangsung hingga tahun 1379H. Pada tahun itu ada sebuah organisasi bernama Jafari Islamic Rebuilding Societyyang berencana untuk membangun kembali mesjid itu sesuai dengan bentuk aslinya dulu. Dan dengan rahmat dan kebesaran Allah serta keinginan kuat dari orang-orang yang bersedia menyumbangkan tenaga dan hartanya serta bantuan moril dan materil dari para ulama, maka mereka bisa membangun kembali tempat itu dengan mengikuti bentuknya yang lama. Anehnya mereka juga tetap bisa menggunakan batu-batuan yang dulunya digunakan untuk membuat Mesjid bersejarah itu. Dengan batuan yang sama (yang dulu berserakan setelah ledakan) mereka berhasil membangun Mesjid itu seperti sedia kala, seperti yang bisa kita lihat sekarang ini.
Allahumma Shali ‘Alaa Muhammad wa Aali Muhammad ...
Kisah Hazrat Abul Fadhl Abbas
i
ni adalah sardab Hazrat Abul Fadhl Abbas di Karbala. Kuburan beliau dikelilingi air dan air ini tidak mengalir, tapi menurut orang yang pernah masuk ke dalam sana, ketika itu ia meminum seteguk air yang berada tepat di atas kuburan beliau dan ia merasakan air itu sangat jernih dan tawar. Padahal air yang ada di sana tidak bergerak, dan biasanya air yang tidak bergerak itu pasti berbau
KARBALA ON THE DAY OF THE TENTH (PART-I)
Imam Baqir says that on this day, the followers of Imam Husayn should offer condolences saying, "May Almighty God reward you on the massacre of Imam Husayn and make us all demanding his way with the Mahdi."
Imam Kadhim never smiled during these ten days.
At dawn on this day; the tenth of Muharram, Imam Husayn prayed the Fajr -Dawn- Prayer, then gave a sermon and said, "God has permitted us to fight on this day. We have to be brave and fight."
Then, he divided his small camp of eighty-two people, on horses and on foot. He made Zuhayr Ibn al-Qayn in charge of the right flank and Habib Ibn Muzahir in charge of the left flank, while he and his family faced the front, and 'Abbas carried the flag.
'Umar Ibn Sa'd came with 30,000 troops, divided by quarters, they surrounded the camp. When Shimr saw the fire in the trench, he yelled, "O, Husayn! You hurried to the fire before the Day of Judgment!"
The Imam did not recognize him, and asked, "Who is this? It might be Shimr Ibn dhil-Jawshan."
His followers told him that it was Shimr, and the Imam said, "You are the one who deserves the fire."
Ibn 'Awsajah wanted to shoot Shimr with an arrow, but the Imam stopped him and said, "I do not want to start the fight."
Then, the Imam raised his hand to the sky and said "O God, You are my trust in all difficulties, my hope in all distress, You make every weakness into strength, when there is no friend and when enemies are many. You are the Protector and the Only Hope."
Then, he asked for his horse, got on it, and yelled very loud so everyone could hear him, "O people! Listen to me. Do not hurry to fight until I tell you my situation. If you accept it and become just in your decision, it would be better for you. If you reject it and do not accept and do not want to be just, then do what you want, I do not want you to be in doubt, and God is the Protector."
When the women heard him, they started crying and yelling. The Imam asked his brother 'Abbas and his son 'Ali al-Sajjad to comfort them. Then, he said:
"Praises to God and the Messenger of God, and all His angels. O, people! Fear God and be afraid of this world. No one would live in this world forever. If there were someone who could live forever, the Prophets would deserve that more than anyone. But all of them died. Everything of this world goes in vain. Be fearful of God in order to be successful.
O people! God has created this world so that it may be destroyed. The deceived person is the one who is deceived by this world. You are gathered here for a matter, which is not right. If you do what you do, you will bring the anger of God upon you. You believed in God and the Messenger of God, then you try to kill the children of His Messenger.
O, people! Tell me who I am, then look at yourselves and see. Is it allowed for you to kill me and dishonor my family? Am I not the son of the daughter of your Prophet? Am I not the son of his cousin, the first believer in God? Is Hamzah, leader of the martyrs, not the uncle of my father? Is Ja'far al-Tayyar not my uncle? Have you not heard the saying of the Messenger of God, when he said to my brother and me, 'These two are the masters of the youth of heaven?' If you say it is, which is true, and I have not lied since I realized that God does not like the liars. If you say you have not heard, if you think I am a liar, then ask those who are among you who have heard it."
He named a few of them by name and said, "Is that not enough for you to stop you from killing me?"
The Imam's words affected the soldiers. Shimr noticed this and saw that the soldiers wanted to hear more of the truth, so he addressed his own people and said, "This man does not know what he is saying."
Habib Ibn Muzahir said, "Indeed, by God, he knows what he is saying and he is truthful."
The Imam said, "Are you in doubt about what I am saying that I am the son of the daughter of your Prophet? Indeed, by God, there is no one in the East or the West who is the son of the daughter of your Prophet but me. Alas, do you want to kill me because I have killed any of your people? Have I killed anyone from you? Have I confiscated any of your wealth or killed any of your people?"
The soldiers did not reply.
The Imam then named Shibth, Hajjaj, Qays, and Zayd Ibn Harith and said, "Did you not write to me saying: Come to our land, all of the land is green and all the people are waiting for you?"
They answered, "No. We did not."
The Imam said, "Indeed, by God, you did."
He turned to the rest of the troops and said, "O, people! If you do not like me, then let me leave to some other place."
Qays Ibn al-'Ash'ath said, "Why do you not obey the rule of your cousins (the Umayyads)' Indeed, they do not show you but what you wish for and they will not harm you."
The Imam replied, "You are their brother. Indeed, by God, I am not going to give my hand to you in humiliation and I am not going to submit to you like a slave. O people! I made my point clear to you and God is the Witness."
Then, a group of them advanced suddenly towards the Imam's camp. Ibn Hawzah said three times, "Who is Husayn"
The followers of the Imam said, "Here is Husayn. What do you want from him?"
Ibn Hawzah said, "You will go to hell, Husayn!''
The Imam said, "You are a liar. I will arrive to a Forgiving Lord. And who are you?"
They told him it was Ibn Hawzah. Then, the Imam raised his hand and said, "O God! Please send him to the fire."
Ibn Hawzah became very angry. Suddenly, as his horse charged, he fell and was trampled into pieces by his own horse. When this happened, some of the soldiers realized that they were fighting on the wrong side.
Next, Zuhayr Ibn al-Qayn went forward alone and gave a speech: "O people of Kufah! We are all from the same religion and the same city. We did not start the fighting and when the fight starts it will never end until death. I am calling you to help the grandson of the Prophet and abandon Yazid and his followers. You are not going to see anything good from Yazid and his followers. You have seen what he has done to good people such as Hijr Ibn 'Edi, Hani Ibn Urwah and others. O, people! The People of the House of the Prophet deserve loyalty more than anyone else. I warn you of killing the best of the people around you!"
Suddenly, Shimr shot him with an arrow and said, "Silence! You talk too much!"
Zuhayr answered, "I was not talking to you. You are an animal. You do not even know one word of the Holy Qur'an. You deserve humiliation on the Day of Judgment." Shimr said, "God is going to kill you and your friends within the hour."
Zuhayr responded, "Death for His cause is the best."
The Imam sent someone to bring Zuhayr back. Then, Burayr Ibn Khuthayr asked permission from the Imam to go next and warn the army of the evils of killing those who do not deserve it. He was a very old man. He went near the army and said, "O people! God has sent Muhammad as a warner and a bringer of good news and a caller to God. Here is the water of the Euphrates. Pigs and dogs drink from it but the People of the House of the Prophet are not allowed to?"
The troops answered, "Do not talk too much. Husayn has to die of thirst and he is not going to get any water."
Burayr replied, "The People of the House of the Prophet are here with you! What are you trying to do?"
They said, "We want to take them to the governor Ibn Ziyad and he will decide to do whatever he wants."
Burayr said, "If you forgot your letters and your promises, then let him go back wherever he wants."
Some of them said, "We do not know what you are talking about." When they tried to shoot arrows at him, he came back to Imam Husayn.
The Imam went out to them a second time, carrying a Qur'an, and said, "O, people! Between you and me are this Qur'an and the tradition of my grandfather."
He asked them again, "What do you want from me?"
They said, "We want you to obey Ibn Ziyad, the governor."
The Imam expressed his anger, and then answered, "Woe unto you! You asked us to come to help you and we came. When we came to you, you turned your swords against us. Now, you are calling us to go and obey those who are against the Holy Qur'an; those who change the truth; those who are instruments of Satan; those who are trying to extinguish the tradition of the Prophet.
Woe unto you! How could you turn against us and help them? Indeed, by God, this is betrayal and one of your old characteristics. You are the worst fruits. Indeed, the son of the bastard has given me two choices: fighting or humiliation. Humiliation is not possible for God and his Messengers nor would the believers allow that to happen, so I have no choice but to fight with this family, few in number, and with no helpers. But, you have to remember you will not remain honorable after this."
Then, the Imam turned his hands to heaven and said, "O God! Prevent the rain from these people and put them under the sovereignty of someone from Thaqif who would show them what kind of humiliation they have brought to us."
Then he said to 'Umar, "You think you are going to get the governorship of Ray. I tell you are not going to get that, but your head will be a foot ball for the children of Kufah."
When Hurr al-Riyahi heard the Imam's speech, he went to 'Umar Ibn Sa'd and asked, "Are you serious in fighting this man?"
'Umar answered, "Yes. I am going to fight until their heads and hands are cut off."
Hurr said "What is wrong with what he proposes to you?"
'Umar said, "If it was up to me, I would have accepted, but your governor refuses any compromise."
Then, Hurr left him alone and went back to his position in the army. Qurrah was next to Hurr. Hurr turned his face to Qurrah and asked him, "Did you water your horse today?"
He replied, "No."
Hurr asked him, "Would you like to water him today?" And left him. Qurrah thought that he was going to water his horse.
When Hurr came closer to the camp of the Imam, another soldier asked, "Are you trying to fight against Imam Husayn?"
Hurr kept silent. Muhajir said, "I am puzzled. I thought you were the bravest person of Kufah. Now I see you hesitating. What is this hesitation for?"
Hurr answered, "I see myself between heaven and hell. I have to choose one over the other. Indeed, by God, I am not going to choose anything but heaven, even if I am set on fire!" And he immediately rushed towards Imam Husayn. He reversed his spear and his shield and lowered his head riding towards the Imam. As he came closer, he slowed down and when he reached the Imam, he said, "O God! I repent to you for what I have brought: misery to the hearts of the children of your Prophet. O, Aba Abdullah (Imam Husayn)! I am repenting. Is it accepted?"
Imam Husayn said, "Indeed, God accepts repentance." Then, he said to the Imam, "When I left Kufah, I heard someone saying: Hurr, you are going to heaven. And I did not know what he meant. Now I know."
He joined the Imam with a Turkish slave, then asked the Imam's permission to go and talk to the army of 'Umar. The Imam agreed.
Hurr went and yelled to them and said, "O, people of Kufah! You have called the Imam invited him to join you, then why have you gathered against him from every place? Why do you prevent him from leaving in the land of God and prevent him from drinking the water of the Euphrates, which every nation; Jews, Christians, and Zoroastrians drink from? Even pigs and dogs drink from it freely, but you prevent the House of the Prophet from drinking the water?"
Then, the army shot at him with arrows and he came back to the camp of the Imam.
KARBALA ON THE DAY OF THE TENTH (PART-II)-
::::::THE FIRST ATTACK:::::
'Umar Ibn Said came forward, shot one arrow at the camp of the Imam, and said, "Bear witness with the governor that I was the first to shoot an arrow!"
The army began and their arrows fell like rain. The Imam said to his people, "Get up to death, which everyone has to taste. Indeed, these arrows are their messen
'Umar Ibn Said came forward, shot one arrow at the camp of the Imam, and said, "Bear witness with the governor that I was the first to shoot an arrow!"
The army began and their arrows fell like rain. The Imam said to his people, "Get up to death, which everyone has to taste. Indeed, these arrows are their messen
gers to us."
The Imam's followers fought all in one group, and they lost fifty men. When the Imam saw that so many of his followers were killed at once, individual people began to ask permission to go and fight. He was hesitating to allow them.
Then, from the enemy's side, Yesir and Salim came forward and asked who wanted to fight them. Habib and Burayr wanted to go and fight, but the Imam did not allow them (they were old). 'Abdullah Kalbi, one of the children of Ulaym, was brave and experienced in war, but he was young. He asked permission and the Imam allowed him to go. When he went forward, Ibn Ziyad's camp asked who he was, and he told them who he was.
They answered, "We do not want you. We want Zuhayr or Habib or Burayr. You are not equal to us!"
Without returning to tell the Imam, he screamed curses at them and attacked. He hit Yesir with his sword, and then Salim came and swung at him. 'Abdullah used his left hand to block Salim 's sword, and all of his fingers were cut off. But that did not stop him. 'Abdullah went after Salim , killed him, and then chased after Yesir and killed him as well.
Then he went back to the Imam. On his way back he met his wife, Umm Wahab, carrying a tent pole. She was encouraging him to fight on. He wanted to take her back to the tents with the other women, but she refused and said, "I want to join the fight with this pole."
The Imam intervened. He asked her to come back and said, "Women should not fight."
Sayf Ibn Harith and Malik Ibn 'Abd al-Jabiri came to the Imam crying. The Imam asked, "Why are you crying?"
They said, "We are crying for you, Imam, that you are going to be alone, and we cannot help you."
They went and fought until they were killed. Then 'Abdullah and 'Abdul Rahman, sons of 'Urwah, came and fought until they were killed. Then 'Amr Ibn Khalid al-Saydawi and Sa'd and Janir Salmani and Majma Aidhi came and all at once went against the enemy. One of them called for help from the Imam. 'Abbas immediately went to rescue them, but before 'Abbas could reach them, the enemy surrounded them and killed then.
When the Imam saw that most of his people were killed, he took hold of his beard and said to the army, "God's wrath was on the Jews because they claimed a child for Him, His wrath was on the Christians because they made Him a third of three, His wrath was on Zoroastrians because they worshipped the sun, and His wrath will be on those who united to kill the grandson of the Messenger of God.
By God, I will not agree to anything they want until I reach God by my blood!
Is there anyone to help us? Is there anyone to help the family of the Prophet?"
Then, Sa'd Ibn Harith and his brother who were among 'Umar's army immediately turned against the army and began slashing them with their swords, killing many of them.
::::THE RIGHT FLANK
The followers of the Imam were few, but individually, people fought zealously, inflicting heavy casualties on the army.
Then, the army chief yelled to his people, saying, "Do you know whom you are fighting? You are fighting those who want to die. No one can go to fight with them unless he himself also wants to die. We have to catapult large rocks on them and kill them with the catapults."
'Umar Ibn Sa'd said, "That is the right decision. I agree, we should not send anyone else to fight with them. If you go and fight with them one by one, they are going to kill you all."
Ibn al-Hajjaj tried to attack the right flank of Imam Husayn's camp. They attacked on horseback, but the Imam's people were on foot. They held their spears forward and did not let the horses of the attackers come closer. When the troops started to retreat, the Imam's army began to shoot the soldiers with arrows.
Hajjaj tried to rally his troops saying, "Go back and fight against those atheists who left the religion."
The Imam answered, "Are we those who left the religion, or are you? Soon we will see who enters the fire first."
Ibn Hajjaj then went around and, with several men, attacked the Imam's camp from the side of the river. Muslim Ibn 'Awsajah fought against three of them. He was wounded badly but he was able to return to the camp.
The Imam said, "God bless you, Muslim. We are all going to die." And he quoted: "Some of them have fulfilled [their covenant], and others are waiting [to do so], and have not made any changes [in the religion]." [Sura of al-Ahzab 33:23.]
Habib Ibn Muzahir came and said to Muslim, "How difficult it is to see you dying. Soon, you will be entering heaven." Habib continued, "I wish I could carry your will, but I know I will be next to join you."
Muslim said, "I have only one last wish, that you help Imam Husayn as much as you can."
Habib replied, "Indeed, by God, I will do so." When the women cried and wailed 'Wa Muslimah,' the enemies realized that Muslim must have died in the camp.
When Shibth Ibn Rab'i realized that Muslim was dead and the enemy was happy, he said to the troops, "Do you know that you have lost the most honorable Muslim whom I know, at the battle of Azerbaijan, was still fighting even after all of the horses were tired?"
::::THE LEFT FLANK
Shimr was in charge of the attack on the left flank of the Imam's camp, but the Imam and his followers were well prepared. Shimr and his group attacked suddenly, without any success.
'Abdullah Ibn 'Umayr al-Kalbi went forward and killed nineteen horsemen and twelve footmen. Then, his right hand was cut off, then his leg, and he was taken prisoner. They took him back to the enemy camp, killed him, and then dumped his body back on the battlefield. His wife, Umm Wahab, went to him, cleaning the blood off of his face, and saying, "Heaven is for you. May God join us together in heaven."
Shimr sent his slave, Rustam, with a heavy club to beat her on her head, and she died instantly. She was the first woman killed among the Imam's camp at Karbala'.
They cut off his head and threw it to the Imam's camp. His mother took the head, recognized it, then took a tent pole and marched towards the enemy to fight. The Imam stopped her and said, "War is not allowed for women."
She replied, "Do not cut off my only hope."
The Imam said, "God will never cut off your hope."
Shimr came closer and closer. Suddenly, he and his men attacked the tents of the Imam's camp, and used flaming spears to set the tents on fire. The women screamed. Shibth Ibn Rab'i stopped Shimr from throwing any more spears. From the Imam's camp, Zuhayr Ibn al-Qayn and ten of his people attacked Shimr and his troops, and fought them away.
Azra who was in charge asked for help from 'Umar Ibn Sa'd. 'Umar asked Shibth to go, but he refused. Then 'Umar sent Hosayn Ibn Numayr with five hundred archers. The Imam's camp fought against them and cut off the legs of their horses.
'Umar ordered to attack from all sides because they were not succeeding by attacking from one side.
Each of the Imam's fighters was separated and surrounded by a large group of the enemy. 'Umar ordered all the tents to be set on fire. Women were crying and upset, children did not know what to do.
The Imam said, "Let them set the tents on fire. Get out of the tents and use the fire to protect you from them." When Abu Sha'th al-Kindi saw the horrible situation, he decided to leave 'Umar Ibn Sa'd's army. He came to the Imam and said, "I am at your service. Tell me what to do."
He shot one hundred arrows against 'Umar's army. When all of his arrows were finished, he came back and said, "I killed only five. I have to kill more." He went back and killed nine more men before he was killed.
The Imam's followers fought all in one group, and they lost fifty men. When the Imam saw that so many of his followers were killed at once, individual people began to ask permission to go and fight. He was hesitating to allow them.
Then, from the enemy's side, Yesir and Salim came forward and asked who wanted to fight them. Habib and Burayr wanted to go and fight, but the Imam did not allow them (they were old). 'Abdullah Kalbi, one of the children of Ulaym, was brave and experienced in war, but he was young. He asked permission and the Imam allowed him to go. When he went forward, Ibn Ziyad's camp asked who he was, and he told them who he was.
They answered, "We do not want you. We want Zuhayr or Habib or Burayr. You are not equal to us!"
Without returning to tell the Imam, he screamed curses at them and attacked. He hit Yesir with his sword, and then Salim came and swung at him. 'Abdullah used his left hand to block Salim 's sword, and all of his fingers were cut off. But that did not stop him. 'Abdullah went after Salim , killed him, and then chased after Yesir and killed him as well.
Then he went back to the Imam. On his way back he met his wife, Umm Wahab, carrying a tent pole. She was encouraging him to fight on. He wanted to take her back to the tents with the other women, but she refused and said, "I want to join the fight with this pole."
The Imam intervened. He asked her to come back and said, "Women should not fight."
Sayf Ibn Harith and Malik Ibn 'Abd al-Jabiri came to the Imam crying. The Imam asked, "Why are you crying?"
They said, "We are crying for you, Imam, that you are going to be alone, and we cannot help you."
They went and fought until they were killed. Then 'Abdullah and 'Abdul Rahman, sons of 'Urwah, came and fought until they were killed. Then 'Amr Ibn Khalid al-Saydawi and Sa'd and Janir Salmani and Majma Aidhi came and all at once went against the enemy. One of them called for help from the Imam. 'Abbas immediately went to rescue them, but before 'Abbas could reach them, the enemy surrounded them and killed then.
When the Imam saw that most of his people were killed, he took hold of his beard and said to the army, "God's wrath was on the Jews because they claimed a child for Him, His wrath was on the Christians because they made Him a third of three, His wrath was on Zoroastrians because they worshipped the sun, and His wrath will be on those who united to kill the grandson of the Messenger of God.
By God, I will not agree to anything they want until I reach God by my blood!
Is there anyone to help us? Is there anyone to help the family of the Prophet?"
Then, Sa'd Ibn Harith and his brother who were among 'Umar's army immediately turned against the army and began slashing them with their swords, killing many of them.
::::THE RIGHT FLANK
The followers of the Imam were few, but individually, people fought zealously, inflicting heavy casualties on the army.
Then, the army chief yelled to his people, saying, "Do you know whom you are fighting? You are fighting those who want to die. No one can go to fight with them unless he himself also wants to die. We have to catapult large rocks on them and kill them with the catapults."
'Umar Ibn Sa'd said, "That is the right decision. I agree, we should not send anyone else to fight with them. If you go and fight with them one by one, they are going to kill you all."
Ibn al-Hajjaj tried to attack the right flank of Imam Husayn's camp. They attacked on horseback, but the Imam's people were on foot. They held their spears forward and did not let the horses of the attackers come closer. When the troops started to retreat, the Imam's army began to shoot the soldiers with arrows.
Hajjaj tried to rally his troops saying, "Go back and fight against those atheists who left the religion."
The Imam answered, "Are we those who left the religion, or are you? Soon we will see who enters the fire first."
Ibn Hajjaj then went around and, with several men, attacked the Imam's camp from the side of the river. Muslim Ibn 'Awsajah fought against three of them. He was wounded badly but he was able to return to the camp.
The Imam said, "God bless you, Muslim. We are all going to die." And he quoted: "Some of them have fulfilled [their covenant], and others are waiting [to do so], and have not made any changes [in the religion]." [Sura of al-Ahzab 33:23.]
Habib Ibn Muzahir came and said to Muslim, "How difficult it is to see you dying. Soon, you will be entering heaven." Habib continued, "I wish I could carry your will, but I know I will be next to join you."
Muslim said, "I have only one last wish, that you help Imam Husayn as much as you can."
Habib replied, "Indeed, by God, I will do so." When the women cried and wailed 'Wa Muslimah,' the enemies realized that Muslim must have died in the camp.
When Shibth Ibn Rab'i realized that Muslim was dead and the enemy was happy, he said to the troops, "Do you know that you have lost the most honorable Muslim whom I know, at the battle of Azerbaijan, was still fighting even after all of the horses were tired?"
::::THE LEFT FLANK
Shimr was in charge of the attack on the left flank of the Imam's camp, but the Imam and his followers were well prepared. Shimr and his group attacked suddenly, without any success.
'Abdullah Ibn 'Umayr al-Kalbi went forward and killed nineteen horsemen and twelve footmen. Then, his right hand was cut off, then his leg, and he was taken prisoner. They took him back to the enemy camp, killed him, and then dumped his body back on the battlefield. His wife, Umm Wahab, went to him, cleaning the blood off of his face, and saying, "Heaven is for you. May God join us together in heaven."
Shimr sent his slave, Rustam, with a heavy club to beat her on her head, and she died instantly. She was the first woman killed among the Imam's camp at Karbala'.
They cut off his head and threw it to the Imam's camp. His mother took the head, recognized it, then took a tent pole and marched towards the enemy to fight. The Imam stopped her and said, "War is not allowed for women."
She replied, "Do not cut off my only hope."
The Imam said, "God will never cut off your hope."
Shimr came closer and closer. Suddenly, he and his men attacked the tents of the Imam's camp, and used flaming spears to set the tents on fire. The women screamed. Shibth Ibn Rab'i stopped Shimr from throwing any more spears. From the Imam's camp, Zuhayr Ibn al-Qayn and ten of his people attacked Shimr and his troops, and fought them away.
Azra who was in charge asked for help from 'Umar Ibn Sa'd. 'Umar asked Shibth to go, but he refused. Then 'Umar sent Hosayn Ibn Numayr with five hundred archers. The Imam's camp fought against them and cut off the legs of their horses.
'Umar ordered to attack from all sides because they were not succeeding by attacking from one side.
Each of the Imam's fighters was separated and surrounded by a large group of the enemy. 'Umar ordered all the tents to be set on fire. Women were crying and upset, children did not know what to do.
The Imam said, "Let them set the tents on fire. Get out of the tents and use the fire to protect you from them." When Abu Sha'th al-Kindi saw the horrible situation, he decided to leave 'Umar Ibn Sa'd's army. He came to the Imam and said, "I am at your service. Tell me what to do."
He shot one hundred arrows against 'Umar's army. When all of his arrows were finished, he came back and said, "I killed only five. I have to kill more." He went back and killed nine more men before he was killed.
KARBALA ON THE DAY OF THE TENTH-(PART III)
::At Noon::
When Abu Thumamah al-Sa'di looked up at the hot sun, he realized it was noon, and said to the Imam, "O Imam! I think these people are not going to leave you alone, and I want to die for you before they reach you. But this is the time for prayer."
The Imam raised his head to the sky and said, "You remembered the prayer, and may God keep you among the people who pray. Yes, this is the time for prayer. Ask them if they will give us some time so we can pray."
The chief of the army replied, "Your prayer will not be accepted by God."
Habib Ibn Muzahir became angry and said, "The prayer of the People of the House of the Prophet will not be accepted, but yours will?" And he attacked. Habib swung, but missed. He hit the chief's horse instead and the chief fell. His people came and rescued him. Habib kept fighting and killed sixty-two soldiers before they wounded him with a spear. He fell down and his head was cut off. When the Imam saw this, he said, "To God, I will take the case."
After Habib, Hurr al-Riyahi went to fight. He went with Zuhayr and they made an agreement that if the enemy captured one of them, the other would help him. In the fight, Hurr's horse was wounded badly, so he left the horse and fought on foot, until he killed forty-one soldiers, then, he was surrounded by the enemy and killed.
The followers of Imam Husayn went and brought his body. Everyone who was killed was brought to the tent of the Imam and the Imam looked at them and asked for the mercy of God, saying, "A fight just like the fight of the Prophet and the children of the Prophet."
He looked at Hurr, cleaned the blood from his face and said, "You are Hurr (free) as your mother named you. You are free in this world and the hereafter."
THE PRAYER
The Imam prayed with the rest of his followers. They prayed Salat al-Khawf (Prayer of Fear), a two-unit prayer for wartime. Two of his followers, Zuhayr and Sa'id, were in front of the Imam protecting him.
The Imam's followers rotated, half prayed while the other half fought and then they exchanged places.
The enemy shot arrows and Sa'id fell while saying, "O, God! Curse them. Curse those who do not help the descendants of Your Prophet."
Then he turned his face to the Imam and said, "O, Imam! You are my leader."
As he died, the Imam said to him, "You will be in heaven before us."
When the Imam's companions counted, they found thirteen arrows on his body. Then, the Imam said to his remaining followers, "O, honored people! This is heaven. The doors of heaven are open and the Messenger of God and other martyrs are waiting for us. Protect the religion of God and the religion of his Prophet, and protect the women of the House of the Prophet."
They replied, "Our souls are for your souls and our blood is for your blood. By God, as long as we are alive, no one can hurt your family!"
At this point, 'Umar Ibn Sa'd ordered archers to shoot arrows on the Imam's camp and swordsmen to cut the legs of their horses. After this, the Imam had no horsemen left except Dhahak who said, "When I saw all of our horses' legs being cut, I took my horse and hid it in the tent."
People were fighting and everyone who left to go fight first came to the Imam and said, "Peace be upon you, O, grandson of the Messenger of God!"
The Imam always answered, "And may upon you be peace, and we are right behind you," then recited, "Some of then have fulfilled [their covenant], and others are waiting [to do so], and have not made any changes [in the religion]." [Sura of al-Ahzab 33: 23]
Abu Thumamah al-Sa'idi went and fought until he was killed. Then, Sulayman Ibn Mazarib al-Bajali went, fought, and was killed. Then, Zuhayr Ibn al-Qayn asked permission and the Imam said, "We are going to follow behind you." He went and killed one hundred and twenty of the enemy before he was killed.
'Amr Ibn Qardha al-Ansari was protecting the Imam with his own body and he fell and died from all the arrows. He had a brother on the enemy side. His brother called to the Imam from far away and said, "O, Husayn O, liar! You deceived my brother until you killed him!"
The Imam said, "I did not kill your brother. God has given him guidance."
The brother said, "I am going to attack you and kill you!"
He rushed towards the Imam but Nafi' Ibn Hilal al-Bujali fought with him and killed him, then killed twelve others with his arrows (his name was on each arrow.) When all of his arrows finished, he went barefoot, fighting with his sword but they catapulted rocks on him until he could not fight any more. When they took him to 'Umar Ibn Sa'd, 'Umar asked him, as he was bleeding to death, "Why did you do this to yourself?"
Nafi' answered, "By God, I have killed twelve of you and wounded others, and I do not apologize for anything, and as long as I an alive, I will not leave any of you alive."
Shimr killed him with his sword.
When Wadih, a Turk in Imam's camp, was fighting, he suddenly called for help, and the Imam immediately went to help him. By the time the Imam reached him and put his face on his face, he died.
THE REMAINING COMPANIONS
Yazid Ibn Ma'qil, from the army, called Burayr and said, "O, Burayr! How do you find what God did to you?"
Burayr said, "God chose what is best for me and what is worst for you. You do not remember when you were criticizing Mu'awiyah and called him astray?"
Burayr then asked him to ask for divine intervention before they fight so that God kills whoever of them is evil. Ibn Ma'qil agreed, they fought, and Burayr killed him. On his way back, another group of soldiers attacked Burayr and killed him.
Handalah Ibn Sa'id al-Shabbami called the Imam aside and said to him, "These people deserve the punishment of God when they refuse your call and after killing all of your friends and followers. Do not prevent me from fighting." He went and fought until he was killed.
'Abis Ibn Shabib al-Shakiri came and said to the Imam, "There is no one dearer to me on this earth than you. If I were able to help you by anything better than my soul, I would. May peace be upon you. I bear witness that, indeed, you are on the path of guidance." He took his sword, went to the enemy, and said, "Who wants to fight?"
They recognized him but did not answer. They loaded the catapults with boulders. When he saw that, he took off his armor and his helmet and attacked them with his sword. More than two hundred of them ran away. Then they regrouped, surrounded him from all sides, and killed him.
After that, John, the only African in Imam Husayn's camp, asked permission from the Imam to go. The Imam answered him, "O, John! You did not join this caravan for this battle."
John collapsed at the feet of the Imam and said, "I was following you when things were easy, and I am not going to leave you in this difficult time. I know that I may not have an excellent genealogy, but I have my black skin. Let me enter heaven for your honor. Indeed, I am not going to leave you until my black blood is mixed with your blood!" The Imam allowed him to go and fight, and he killed three hundred and twenty four soldiers before he was killed. The Imam prayed for him.
Then, Anas Ibn Harith Ibn Nabih al-Khalili asked for permission. He was in old man, a companion of the Prophet, and fought with him at the battles of Badr and Hunayn. He went and he killed eighteen soldiers before being killed.
Next, 'Amr Ibn Junadah al-Ansari who was eleven years old asked the Imam's permission. The Imam turned and said, "This is the one whose father was killed in the first attack. Maybe his mother does not want him to fight."
'Amr said, "My mother ordered me to do so and that is why I am asking your permission."
The Imam allowed him to fight. When he was killed, his head was cut off and thrown to the Imam's camp. His mother picked up his head, then took a tent pole and killed two soldiers, but the Imam went to her and took her back.
Then, Hajjaj Ibn Masruq al-Ju'fi fought until he was killed. Then, Sawwar Ibn Abi Hamr al-Fahmi fought, until he was captured as a prisoner. 'Umar wanted to kill him, but his tribe prevented him. He lived through the massacre at Karbala', but died after six months.
The last one, Suwayd Ibn 'Amr Ibn Abi al-Muta went and, during the fighting, fell down on his face. Everyone thought that he was dead, but suddenly when he heard that Imam Husayn was killed, he got up, took out a small dagger from his waist, and started fighting with it. They surrounded him and killed him. He was the last of Imam Husayn's companions to be killed.
The chief of the army replied, "Your prayer will not be accepted by God."
Habib Ibn Muzahir became angry and said, "The prayer of the People of the House of the Prophet will not be accepted, but yours will?" And he attacked. Habib swung, but missed. He hit the chief's horse instead and the chief fell. His people came and rescued him. Habib kept fighting and killed sixty-two soldiers before they wounded him with a spear. He fell down and his head was cut off. When the Imam saw this, he said, "To God, I will take the case."
After Habib, Hurr al-Riyahi went to fight. He went with Zuhayr and they made an agreement that if the enemy captured one of them, the other would help him. In the fight, Hurr's horse was wounded badly, so he left the horse and fought on foot, until he killed forty-one soldiers, then, he was surrounded by the enemy and killed.
The followers of Imam Husayn went and brought his body. Everyone who was killed was brought to the tent of the Imam and the Imam looked at them and asked for the mercy of God, saying, "A fight just like the fight of the Prophet and the children of the Prophet."
He looked at Hurr, cleaned the blood from his face and said, "You are Hurr (free) as your mother named you. You are free in this world and the hereafter."
THE PRAYER
The Imam prayed with the rest of his followers. They prayed Salat al-Khawf (Prayer of Fear), a two-unit prayer for wartime. Two of his followers, Zuhayr and Sa'id, were in front of the Imam protecting him.
The Imam's followers rotated, half prayed while the other half fought and then they exchanged places.
The enemy shot arrows and Sa'id fell while saying, "O, God! Curse them. Curse those who do not help the descendants of Your Prophet."
Then he turned his face to the Imam and said, "O, Imam! You are my leader."
As he died, the Imam said to him, "You will be in heaven before us."
When the Imam's companions counted, they found thirteen arrows on his body. Then, the Imam said to his remaining followers, "O, honored people! This is heaven. The doors of heaven are open and the Messenger of God and other martyrs are waiting for us. Protect the religion of God and the religion of his Prophet, and protect the women of the House of the Prophet."
They replied, "Our souls are for your souls and our blood is for your blood. By God, as long as we are alive, no one can hurt your family!"
At this point, 'Umar Ibn Sa'd ordered archers to shoot arrows on the Imam's camp and swordsmen to cut the legs of their horses. After this, the Imam had no horsemen left except Dhahak who said, "When I saw all of our horses' legs being cut, I took my horse and hid it in the tent."
People were fighting and everyone who left to go fight first came to the Imam and said, "Peace be upon you, O, grandson of the Messenger of God!"
The Imam always answered, "And may upon you be peace, and we are right behind you," then recited, "Some of then have fulfilled [their covenant], and others are waiting [to do so], and have not made any changes [in the religion]." [Sura of al-Ahzab 33: 23]
Abu Thumamah al-Sa'idi went and fought until he was killed. Then, Sulayman Ibn Mazarib al-Bajali went, fought, and was killed. Then, Zuhayr Ibn al-Qayn asked permission and the Imam said, "We are going to follow behind you." He went and killed one hundred and twenty of the enemy before he was killed.
'Amr Ibn Qardha al-Ansari was protecting the Imam with his own body and he fell and died from all the arrows. He had a brother on the enemy side. His brother called to the Imam from far away and said, "O, Husayn O, liar! You deceived my brother until you killed him!"
The Imam said, "I did not kill your brother. God has given him guidance."
The brother said, "I am going to attack you and kill you!"
He rushed towards the Imam but Nafi' Ibn Hilal al-Bujali fought with him and killed him, then killed twelve others with his arrows (his name was on each arrow.) When all of his arrows finished, he went barefoot, fighting with his sword but they catapulted rocks on him until he could not fight any more. When they took him to 'Umar Ibn Sa'd, 'Umar asked him, as he was bleeding to death, "Why did you do this to yourself?"
Nafi' answered, "By God, I have killed twelve of you and wounded others, and I do not apologize for anything, and as long as I an alive, I will not leave any of you alive."
Shimr killed him with his sword.
When Wadih, a Turk in Imam's camp, was fighting, he suddenly called for help, and the Imam immediately went to help him. By the time the Imam reached him and put his face on his face, he died.
THE REMAINING COMPANIONS
Yazid Ibn Ma'qil, from the army, called Burayr and said, "O, Burayr! How do you find what God did to you?"
Burayr said, "God chose what is best for me and what is worst for you. You do not remember when you were criticizing Mu'awiyah and called him astray?"
Burayr then asked him to ask for divine intervention before they fight so that God kills whoever of them is evil. Ibn Ma'qil agreed, they fought, and Burayr killed him. On his way back, another group of soldiers attacked Burayr and killed him.
Handalah Ibn Sa'id al-Shabbami called the Imam aside and said to him, "These people deserve the punishment of God when they refuse your call and after killing all of your friends and followers. Do not prevent me from fighting." He went and fought until he was killed.
'Abis Ibn Shabib al-Shakiri came and said to the Imam, "There is no one dearer to me on this earth than you. If I were able to help you by anything better than my soul, I would. May peace be upon you. I bear witness that, indeed, you are on the path of guidance." He took his sword, went to the enemy, and said, "Who wants to fight?"
They recognized him but did not answer. They loaded the catapults with boulders. When he saw that, he took off his armor and his helmet and attacked them with his sword. More than two hundred of them ran away. Then they regrouped, surrounded him from all sides, and killed him.
After that, John, the only African in Imam Husayn's camp, asked permission from the Imam to go. The Imam answered him, "O, John! You did not join this caravan for this battle."
John collapsed at the feet of the Imam and said, "I was following you when things were easy, and I am not going to leave you in this difficult time. I know that I may not have an excellent genealogy, but I have my black skin. Let me enter heaven for your honor. Indeed, I am not going to leave you until my black blood is mixed with your blood!" The Imam allowed him to go and fight, and he killed three hundred and twenty four soldiers before he was killed. The Imam prayed for him.
Then, Anas Ibn Harith Ibn Nabih al-Khalili asked for permission. He was in old man, a companion of the Prophet, and fought with him at the battles of Badr and Hunayn. He went and he killed eighteen soldiers before being killed.
Next, 'Amr Ibn Junadah al-Ansari who was eleven years old asked the Imam's permission. The Imam turned and said, "This is the one whose father was killed in the first attack. Maybe his mother does not want him to fight."
'Amr said, "My mother ordered me to do so and that is why I am asking your permission."
The Imam allowed him to fight. When he was killed, his head was cut off and thrown to the Imam's camp. His mother picked up his head, then took a tent pole and killed two soldiers, but the Imam went to her and took her back.
Then, Hajjaj Ibn Masruq al-Ju'fi fought until he was killed. Then, Sawwar Ibn Abi Hamr al-Fahmi fought, until he was captured as a prisoner. 'Umar wanted to kill him, but his tribe prevented him. He lived through the massacre at Karbala', but died after six months.
The last one, Suwayd Ibn 'Amr Ibn Abi al-Muta went and, during the fighting, fell down on his face. Everyone thought that he was dead, but suddenly when he heard that Imam Husayn was killed, he got up, took out a small dagger from his waist, and started fighting with it. They surrounded him and killed him. He was the last of Imam Husayn's companions to be killed.
Subscribe to:
Posts (Atom)